Kolom Sosial Politik

Socrates, Filsuf Agung yang Dihukum Mati Penguasa Karena Tauhid

62views

Oleh M.Z. Al-Faqih

Socrates adalah pemikir besar di zaman Yunani Kuno. Socrates mengajarkan kepada umat manusia agar berpegang pada kebenaran yang diyakini. Socrates juga mengajarkan kepada umat manusia bahwa manusia harus selalu memeriksa pengetahuan yang dimilikinya. Hidup yang tidak pernah diteliti adalah hidup yang tidak layak untuk dijalani.

Demikian bunyi salah satu ajarannya. Socrates konsisten menerapkan hal ini dalam kehidupan. Ia selalu mengajak dialog siapapun yang ia temui, dan setiap orang yang ia temui diajaknya berdialog tentang “sesuatu” hingga dirinya dan orang tersebut tiba di puncak pengetahuan.

Plato, sebagai muridnya menggambarkan kepada dunia bahwa gurunya itu adalah seorang filsuf dan pemikir yang tak pernah mendagangkan pengetahuan. Socrates tidak pernah memungut biaya kepada warga Athena yang mendapatkan pengajaran darinya.

Socrates merupakan sosok pemikir idealis yang tak pernah menukar idealismenya dengan uang. Dirinya rela menderita demi idealisme yang diyakininya. Socrates tak pernah takut miskin. Socrates adalah manusia yang selalu bersyukur atas anugerah kemiskinan, karena kemiskinannya itu tak memungkinkan orang untuk mencuri darinya, kecuali mencuri kemiskinan itu sendiri.

Socrates semasa hidupnya mengajarkan Tauhid (keesaan Alloh). Socrates tidak mempercayai keberadaan dewa-dewa yang disembah oleh warga Athena. Tuhan yang Esa adalah Alloh yang Tunggal. Socrates dengan ajarannya dan keyakinannya itu diadili dan dihukum penguasa. Plato dalam karyanya yang berjudul Apologi merekam semua kejadian itu.

Dalam kitab Apologi karya Plato, terlihat bahwa Socrates dalam pengadilan didakwa mengajarkan ajaran sesat kepada anak-anak muda Athena. Socrates juga didakwa mengajarkan ateisme, dan didakwa telah menghasut warga athena untuk tidak mempercayai dewa dewa Polis. Dalam forum pengadilan Socrates dengan tegas menolak semua dakwaan itu. Socrates mengajukan pembelaan dan menyatakannya di hadapan juri (hakim), bahwa ia tidak pernah mengajarkan ateisme.

Socrates menerangkan bahwa yang selama ini dilakukannya adalah mengajak masyarakat Athena untuk memeriksa ulang keyakinan dan ajaran agama yang dianutnya. Socrates memiliki keimanan dan keyakinan bahwa Alloh yang layak diyakini dan disembah adalah Alloh yang tunggal. Socrates sedang mengabarkan sebuah spiritualitas baru untuk bangsa Athena.

Socrates juga menyatakan bahwa dirinya mempercayai adanya ruh. Dengan demikian dakwaan yang dialamatkan kepadanya bahwa ia mengajarkan ateisme tidak terbukti dan tidak berdasar pada basis argumen yang benar.

Dalam forum pengadilan Socrates juga menjelaskan bahwa dakwaan yang didakwakan kepadanya adalah fitnah. Semua itu hanya berdasar pada prasangka yang telah lama ada di tengah-tengah masyarakat Athena. Socrates menyatakan, semua itu dihembuskan oleh mereka yang merasa terganggu kemapanannya.

Socrates dalam forum pengadilan menyampaikan harapan agar juri yang mengadili perkaranya dapat memberikan keadilan dengan cara memeriksa setiap argumen yang ia kemukakan di hadapan pengadilan. Socrates juga menyampaikan harapan agar juri dalam memberikan keputusan berdasarkan hukum dan keadilan bukan atas dasar belas kasihan.

Takdir berkata lain, Socrates tetap dihukum dan divonis bersalah oleh para juri. Ia dihukum mati. Hukumannya adalah meminum cawan berisi racun. Namun yang amat mencengangkan, Socrates tak risau, ia menerima dengan penuh kesadaran vonis itu.

Di akhir pembelaannya, ia menyatakan di hadapan forum pengadilan, setelah kematiannya, ia berharap negara Athena akan mendidik anak-anaknya sebagaimana ia telah mendidik warga Athena. Socrates berharap kelak suatu saat anak-anaknya akan tumbuh menjadi manusia yang bijaksana. Di akhir hayatnya ia masih memikirkan kebaikan untuk bangsa Athena.

Socrates tak pernah takut terhadap kematian. Baginya, kematian akan memberinya kebahagiaan, melalui kematian ia akan bertemu dengan para juri (hakim) yang adil di alam yang berbeda, yang ia sebut alam “Hades”. Para hakim di Hades akan memberitahukan kepadanya tentang hakikat keadilan dan kebenaran yang tidak pernah bisa dijelaskan oleh para juri (hakim) yang ada di dunia.

Bagi Socrates, mati demi mempertahankan keyakinan adalah sebuah kematian yang terhormat. Hidup dengan menjual keyakinan dan mengabdi pada kepalsuan adalah hidup yang hina. *

* MZ Al Faqih, dosen Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat.

Leave a Response