Menghadapi Beauty Privilege
Oleh Ajeng Kurnia Futri
Ketika kencantikan atau penampilan fisik menjadi tolak ukur dalam mencapai sesuatu dan bahkan bisa memudahkan dalam berbagai urusan, maka tidak heran jika saat ini banyak orang-orang berlomba untuk menjadi menarik secara fisik. Beauty privilege merupakan hak istimewa yang dapat dimiliki oleh orang-orang yang dianggap rupawan berdasarkan stadar kecantikan masyarakat.
Orang-orang yang memiliki keistimewaan kecantikan diyakini memiliki lebih banyak kesempatan dibandingkan dengan seseorang dengan fisik standar. Bisa kita lihat contoh kecilnya di dunia maya, artis yang memiliki paras rupawan jika melakukan kesalahan cenderung dimaklumi dan dimaafkan oleh publik, sebaliknya jika orang yang dianggap kurang menarik akan selalu di caci maki bahkan kekurangannya dianggap lelucon yang lucu.
Dalam kehidupan sehari-hari fenomena ini seringkali kita lihat dan bahkan mungkin sebagian kita mengalaminya, dimana individu yang dianggap cantik seringkali mendapatkan perlakuan istimewa dalam berbagai aspek kehidupan mereka. Dalam dunia kerja, orang yang menarik secara fisik lebih mudah mencari dan mendapatkan posisi baik dibandingkan mereka yang biasa saja. Terdengar ironi ketika paras jadi acuan dalam memperlakukan seseorang. Lalu bagaimana dengan orang yang dianggap kurang menarik, apakah tidak memiliki kesempatan?
Menarik secara fisik mungkin menjadi keunggulan bagi sebagian orang, namun ada yang lebih penting dan tidak cukup dari hanya sekedar cantik saja. Keterampilan, cara berpikir, dan kepribadian yang baik adalah aspek yang bisa menandingi kecantikan di mata. Fisik bisa berubah seiring betambahnya usia, sedangkan kepintaran dan sikap baik akan bertahan hingga tua. Jadi tidak perlu merasa rendah diri dan berbeda karena dianggap tidak masuk ke dalam standar kecantikan.
Untuk menghadapi beauty privilege, penting bagi kita untuk memperkuat kesadaran akan bias ini. Selalu ingat bahawa cantik itu relatif, kita perlu melihat melampaui penampilan fisik dan menghargai keberagaman dalam bentuk kecantikan. Utamakan nilai-nilai non-fisik seperti kepribadian, kecerdasan, dan kemampuan, dengan begitu bisa dapat membantu mengurangi dampak negatif beauty privilege.
Sebagai manusia, kita perlu memperjuangkan kesetaraan dan memperlakukan semua orang dengan adil, tidak peduli penampilan fisik mereka. Jangan jadikan beauty sebagai penentu dalam memutuskan nasib seseorang. Mari bersama-sama menghargai segala bentuk yang diberikan Tuhan, jaga dan belajar mencintai diri sendiri. Kamu cantik menjadi dirimu yang cerdas dan percaya diri.
- Ajeng Kurnia Futri, Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi Jurnalistik Fidkom UIN Sunan Gunung Djati Bandung, bermukim di Kabupaten Bandung, Jawa Barat.