Kolom Sosial Politik

Mengamputasi KEBEBASAN

47views

 

Oleh Ridhazia

Forum diskusi yang dihadiri sejumlah tokoh yang kerap mengkritik pemerintahan dibubarkan oleh organisasi tak dikenal.

Diduga upaya paksa ini dilakukan oleh sekelompok preman bayaran. Alias suruhan untuk menggagalkan suara kritis publik di negeri ini.

Siapa dan apa motif di balik peristiwa Sabtu (27/9/2024) pagi di sebuah hotel di Jakarta itu masih dalam penyelidikan polisi.

Tapi peristiwa yang terjadi di penghujung peralihan kekuasaan Presiden Jokowi justru kembali memantik tanya tentang wajah demokrasi di Indonesia.

Cacat Demokrasi

Demokrasi yang cacat sudah menjadi konsep yang diusulkan oleh ilmuwan politik Wolfgang Merkel, Hans-Jürgen Puhle dan Aurel S. Croissant pada awal abad ke-21.

Sedangkan dalam prakteknya, demokrasi yang cacat itu demokrasi yang tidak liberal. Bentuk demokrasi ketika suatu kekuasaan melakukan penyempitan ruang kebebasan dan kritik.

Bahkan demokrasi yang cacat cenderung mengamputasi kebebasan melalui pemberangusan oposisi politik hingga depolitisasi gerakan kritis. Termasuk membatasi kebebasan pers.

Absolutisme

Paket absolutisasi kekuasaan dalam demokrasi yang cacat menempatkan kontrol ketat kekuasaan pada gerakan oposisi atau non-konformis yang justru kontra dengan kesejatian demokrasi justru bertumpu pada kebebasan sebagai salah satu prinsip fundamen dan substantif dalam demokrasi.

Portofolio demokrasi sejatinya membangkitkan optimisme . Dengan kebebasan, publik dimungkinkan untuk sumbang saran dan gagasan termasuk dalam pengawasan terhadap kekuasaan lewat kritik publik.

Meski demokrasi bukan konsep yang paling sempurna sebagaimana dikemukakan Winston Churchill. Justru demokrasi adalah bentuk pemerintahan terburuk.*

  * Ridhazia, dosen senior Fidkom UIN Sunan Gunung Djati Bandung, jurnalis dan kolumnis, pemerhati psikologi dan komunikasi sosial politik, bermukim di Bandung, Jawa Barat.

Leave a Response