Kolom Sosial Politik

Patung SANG PROKLAMATOR

248views

 

Oleh Ridhazia

Patung Soekarno akan dibangun di kawasan Perkebunan Walini, Kecamatan Cikalongwetan, Kabupaten Bandung Barat (KBB). Nilai investasi untuk membuat patung sang proklamator 10 triliunan rupiah. Angka itu cukup wah.

Menarik didiskusikan

Bangunan ini tentu saja bakal mewah. Juga menarik perhatian. Bahkan bisa berkembang menjadi destinasi wisata baru. Tetapi untuk mencapainya masih ada kesempatan untuk didiskusikan kembali di ruang publik. Apalagi patung itu masih sebatas rencana dan proses perizinan. Belum dimulai pembangunan fisiknya.

Sebab bukan mustahil proyek yang beraroma politik ini bakal memancing reaksi pro-kontra di ruang publik. Perbedaan pendapat dan gelombang protes sangat mungkin terjadi. Alih-alih menentramkan, bisa jadi memantik masalah di tahun politik 2024.

Umat Islam dan Patung…

Adalah Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy dalam Tafsir AL-Quranul Majid An-Nur Jilid 3 menjelaskan bahwa sunnah pun mencela pekerjaan membuat patung itu berbentuk menyerupai ciptaan Allah. Katanya, seorang muslim haram menyimpan.dan mengumpulkannya. Juga orang-orang yang membuatnya.

Dalam buku Prinsip dan Panduan Umum Seni Islami yang disusun oleh Tim Komisi Pembinaan Seni dan Budaya Majelis Ulama Indonesia (dalam Detik, 2022) dijelaskan bahwa terdapat beberapa pendapat ulama mengenai hukum seni rupa (termasuk patung) di dalam Islam.

Pandangan ulama salaf yang populer pada awal kemunculan Islam beranggapan bahwa segala bentuk peniruan adalah usaha menyaingi kesempurnaan Tuhan dan wujud keinginan menciptakan Tuhan baru.

Akan tetapi di sisi lain banyak pula yang membantah pendapat tersebut bahwa bagaimanapun hasil penciptaan manusia tetap tidak akan pernah bisa menyamai apa yang telah diciptakan oleh Tuhan ataupun Tuhan itu sendiri.

Patung berbentuk manusia yang tidak dimaksudkan untuk penyembahan atau peribadatan atau pemujaan tetapi untuk maksud diagungkan seperti patung raja, pimpinan atau tokoh, maka lebih dekat keharamannya.

Meskipun ada pendapat yang hanya memakruhkan, apabila tak dimaksudkan untuk penghormatan dan pengagungan. Hal ini berlaku untuk patung berwujud penuh atau setengah badan saja.

Prof Quraish Shihab berpendapat bahwa sebagian ahli memang menafsirkan secara tekstual. Namun, ada pula yang memahami secara kontekstual sebagaimana pada saat itu Nabi Muhammad mengharamkan patung dan semacamnya karena di zaman itu masyarakat Arab masih menyembah patung.

Akan tetapi, apabila dalam suatu masyarakat patung tersebut tidak berwujud makhluk bernyawa secara sempurna, juga tidak disembah atau tidak dikhawatirkan lagi untuk disembah, tentunya larangan tersebut tidak lagi berlaku.

Khazanah pengetahuan

Bahkan, mayoritas ulama juga mengecualikan gambar atau patung yang digunakan sebagai mainan anak-anak untuk kepentingan belajar. Hal yang mendasarinya adalah hadits dari Sayyidah Aisyah RA yang menyatakan bahwa Rasulullah pernah melihat mainan patung kuda bersayap dua di antara anak-anak yang bermain bersama Aisyah.

Di saat beliau menanyakan perihal mainan tersebut, Aisyah menjawab, “Tidakkah engkau pernah mendengar bahwa Sulaiman AS punya banyak kuda yang bersayap?” Mendengarnya, Rasulullah hanya tertawa. (HR Imam Abu Daud).*

* Ridhazia, dosen senior Fidkom UIN Sunan Gunung Djati, jurnalis dan kolumnis, pemerhati komunikasi sosial politik, bermukim di Vila Bumi Panyawayangan, Cileunyi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Leave a Response