Oleh Ridhazia
Foto presiden Jokowi dengan ketiga bakal calon presiden setelah makan siang di Istana Negara menarik perhatian publik. Bahkan telah diviralkan menjadi tafsir bebas oleh siapa saja yang melihat foto itu terkait dengan kontestasi presiden 2024.
Bingkai politik
Dalam teknik foto ada yang disebut framing (pembingkaian) yakni teknik memanfaatkan subjek atau objek sebagai bingkai (frame) yang mempengaruhi persepsi khalayak tentang sebuah isu atau topik (Fairhurst dan Sarr, 1996) melalui apa yang disebut sebagai Point of Interest (POI).
POI itu sudut pandang dengan menonjolkan obyek sebagai pembeda. Untuk menonjolkan tingkat ketegasan tertentu. Oh, sekaligus mempresentasikan persepsi — yang mungkin tidak terlihat secara langsung — tapi sangat mungkin menciptakan bias.
Dan, teori framing sangat tepat diterapkan pada berbagai situasi. Tak kecuali dalam kampanye politik bermedia. Meskipun teori ini kata Erving Goffman (1922-1982) yang memperkenalkan teori ini sejak tahun 1974, teori digagas sebatas metode analisis kritis yang mengandaikan frame dalam membaca realitas.
Sebagai pendekatan untuk melihat bagaimana realitas itu dibentuk dan dikonstruksi oleh media, framing menjadi proses penyeleksian yang tak terbatas. Itu sebab framing sangat terbuka dan memberi kesempatan setiap individunya mengembangkan perspektifnya ketika realitas itu dibentuk dan dikonstruksi oleh media. *
* Ridhazia, dosen senior Fidkom UIN Sunan Gunung Djati, jurnalis dan kolumnis, pemerhati komunikasi sosial politik, bermukim di Vila Bumi Panyawangan, Cileunyi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.