Dinamika Perubahan Kurikulum ‘Menara Gading’ Untuk Mencapai Tujuan atau Mengganggu Kesinambungan
Dinamika Perubahan Kurikulum 'Menara Gading' Mencapai Tujuan atau Mengganggu Kesinambungan
Perubahan kebijakan pendidikan di Indonesia sering kali dipengaruhi oleh pergantian menteri, yang membawa dampak signifikan terhadap kurikulum nasional. Setiap menteri biasanya memiliki visi dan pendekatan sendiri, yang tercermin dalam kebijakan baru yang diterapkan di sekolah. Namun, apakah perubahan ini selalu membawa manfaat? Bagaimana dampaknya terhadap guru, siswa, dan institusi pendidikan secara keseluruhan? Artikel ini akan mengupas dampak positif dan negatif dari perubahan kurikulum akibat pergantian menteri, serta pandangan para ahli terkait dinamika tersebut .
Oleh Entang Rukman,.S.Pd
MENURUT– Prof. Dr. Suyanto dalam bukunya Dinamika Pendidikan di Indonesia, perubahan kurikulum yang terlalu sering justru bisa menghambat kesinambungan dalam proses belajar-mengajar. Ia menekankan bahwa perubahan idealnya memerlukan pertimbangan matang atas kesiapan guru dan sekolah, karena setiap perubahan iklim memerlukan kondisi besar dalam metode pengajaran dan evaluasi siswa. Tanpa stabilitas kurikulum, sulit bagi guru dan siswa untuk mencapai pemahaman yang mendalam atas materi pelajaran yang diberikan.
Peralihan dari Kurikulum 2013 (K-13) ke Kurikulum Merdeka yang dicanangkan oleh Menteri Nadiem Makarim adalah salah satu contoh besar dari perubahan kebijakan ini. Kurikulum Merdeka menawarkan kesalahan dan otonomi bagi sekolah dan guru untuk menyesuaikan pembelajaran sesuai kebutuhan siswa. Namun kritik muncul karena penerapannya yang tidak merata di seluruh daerah. Dr. Muhajir Effendy dalam Reformasi Kurikulum dan Pembelajaran di Era Digital menyatakan bahwa perubahan besar seperti ini membutuhkan kesiapan yang merata, terutama di wilayah yang memiliki keterbatasan akses teknologi dan fasilitas pendukung.
Dampak Langsung Bagi Guru dan Siswa: Tantangan di Lapangan:
Perubahan kurikulum yang cepat dapat menciptakan tantangan besar bagi guru di lapangan. Ki Supriyoko dalam bukunya Paradigma Baru Pendidikan Nasional menyoroti bahwa setiap kali ada perubahan kurikulum, guru harus melalui proses adaptasi yang panjang dan membutuhkan pelatihan baru. Sayangnya, sering kali pelatihan tersebut tidak selalu merata atau memadai, sehingga sebagian besar guru merasa tertekan dan kesulitan dalam mengimplementasikan kebijakan baru.
Selain itu, dampak perubahan kurikulum juga dirasakan langsung oleh siswa, terutama dalam hal metode evaluasi dan penilaian yang berbeda-beda. Prof. Fasli Jalal dalam Evaluasi Pembelajaran Berbasis Kurikulum menggarisbawahi bahwa perubahan metode evaluasi sering kali menimbulkan kebingungan, baik bagi guru yang menilai maupun siswa yang dinilai. Standar yang terus berubah membuat siswa sulit memahami dan menyesuaikan diri dengan harapan kurikulum baru.
Pandangan Para Ahli: Kurikulum Ideal Harus Berkesinambungan
Dalam menyikapi perubahan kurikulum, para ahli pendidikan sepakat bahwa kurikulum idealnya didesain untuk jangka panjang dan berkesinambungan, tidak hanya bergantung pada pergantian pemimpin. Suyanto menekankan pentingnya stabilitas iklim untuk memberikan waktu evaluasi yang cukup sebelum perubahan baru diterapkan. Perubahan yang cepat, menurutnya, tidak hanya berpotensi membingungkan guru dan siswa tetapi juga merusak sistem pendidikan secara keseluruhan.
Dukungan yang memadai, seperti intensifikasi pelatihan, infrastruktur, dan akses ke sumber belajar yang merata, menjadi faktor krusial untuk memastikan bahwa perubahan kurikulum benar-benar efektif dan relevan bagi setiap siswa di seluruh wilayah. Tanpa adanya dukungan ini, kurikulum yang sering berubah hanya akan menjadi beban tambahan bagi guru dan mengurangi efektivitas pembelajaran.
Tantangan Menuju Kurikulum yang Adaptif dan Berkelanjutan:
Salah satu solusi yang dapat dipertimbangkan untuk mengatasi dampak negatif dari perubahan kurikulum adalah menciptakan kurikulum yang lebih adaptif dan berkelanjutan. Kurikulum yang dirancang untuk fleksibel dan dapat disesuaikan dalam waktu yang lama akan memberikan kesempatan bagi guru dan sekolah untuk benar-benar menguasai dan mempelajari proses pengajaran secara mendalam. Dalam hal ini, konsep profil pelajar Pancasila dalam Kurikulum Merdeka dapat menjadi model yang baik, dengan catatan bahwa penerapannya perlu lebih merata dan disesuaikan dengan kondisi di lapangan.
Kurikulum adaptif juga menuntut keterlibatan berbagai pihak, termasuk ahli pendidikan, pemerintah daerah, serta komunitas lokal, untuk memastikan setiap kebijakan kurikulum sesuai dengan kebutuhan lokal dan relevan bagi kehidupan siswa. Dengan demikian, pendidikan akan lebih berkelanjutan dan memberikan hasil yang lebih efektif bagi perkembangan siswa.
Perubahan kurikulum akibat pergantian menteri di Indonesia memiliki dampak yang kompleks bagi sistem pendidikan. Di satu sisi, perubahan ini berpotensi memperkenalkan inovasi dan metode baru yang lebih relevan dengan perkembangan zaman. Namun, di sisi lain, perubahan yang terlalu sering dan kurang terencana dapat menciptakan kebakaran dan beban tambahan bagi guru serta siswa.
Para ahli sepakat bahwa pendidikan yang ideal harus stabil, berkesinambungan, dan didukung oleh pelatihan serta fasilitas yang memadai agar dapat memberikan dampak positif yang berkelanjutan. Dengan memahami tantangan dan dampak perubahan ini, diharapkan kebijakan iklim di masa mendatang bisa lebih terencana dan berdampak positif bagi seluruh ekosistem pendidikan di Indonesia. ** (Penulis Guru Penggerak Angkatan -10, Kota Bandung)