Oleh Ridhazia
Tertawa itu demonstrasi emosi manusia yang tidak dapat dipalsukan. Tertawa itu spontan. Tidak direncanakan. Dan, universal. Diakui semua kebudayaan di pelosok bumi.
Para periset kesehatan merekomendasi agar membiaskan mencari kesempatan untuk tertawa. Mencari dan bertemu kawan yang bisa melepas tawa. Toh, tertawa berfungsi sebagai obat ampuh dan terbaik untuk “mengendalikan” semua penyakit.
Tertawa itu filosofi
Saat menghadapi ketakutan, tertawa adalah keberanian. Tawa dalam dosis yang sehat membantu mengecilkan tantangan ini ke ukuran sebenarnya, membuatnya tidak terlalu mengintimidasi dan memberdayakan siapa pun untuk mengatasinya.
“Bahkan para dewa menyukai lelucon!” Itu kata filsuf Plato. Dan, tertawa adalah hal yang benar-benar membedakan manusia dari hewan. Bahkan saking pentingnya tertawa Voltaire mengekspresikannya dengan ujaran lucu. “Tuhan pun menciptakan komedian yang bermain di hadapan penonton yang terlalu takut untuk tertawa.”
Itu sebabnya, teolog Reinhold Niebuhr (1892-1971) berkeyakinan humor adalah awal dari iman dan tawa adalah awal dari doa. Bagi filsuf lain, dengan bergurau mengatakan: ” Saya belum pernah melihat ada orang yang sekarat karena tertawa, tetapi saya tahu jutaan orang yang sekarat tidak tertawa.” *
* Ridhazia, dosen senior Fidkom UIN Sunan Gunung Djati, jurnalis dan kolumnis, pemerhati komunikasi sosial politik, bermukim di Vila Bumi Panyawangan, Cileunyi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.