Kolom Sosial Politik
Oleh: Ridhazia
PROTES itu biasa. Tapi protes masalah tuyul hanya terjadi di Kampung Burujul, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat. Sebuah spanduk dibentang di jalan umum karena penduduk kampung itu sering kehilangan uang tanpa sebab. Diduga dicuri tuyul.
Dalam spanduk itu tertulis, ‘Mohon Kesadaran Kepada Pemilik Tuyul Jangan Beraksi Lagi di Burujul Perbuatan Anda Dosa besar’.
Cemburu!
Benar tidaknya ada kehidupan tuyul di Tasikmalaya, masih tetap misteri. Tetapi penelitian sejarah menduga bahwa tahayul yang masih hidup di negeri ini merepresentasi rendahnya pendidikan, pengalaman beragama dan kecemburuan sosial terutama urusan kemiskinan ekonomi yang mendera rakyat miskin.
Antropolog asal Amerika Serikat (AS), Clifford Geertz (1926-2006) pernah meneliti ikhwal kepercayaan rakyat terhadap tuyul pada tahun 1950-an. Berdasarkan wawancara, tuyul dipercaya sebagai makhluk halus dengan postur tubuh anak-anak menyerupai manusia tapi bukan manusia.
Makhluk halus itu diyakini sering mengganggu dan menakutnakuti. Tapi bagi yang menyenanginya justru dipelihara karena bisa membantu manusia mencarikan uang dengan mencuri.
Sang peneliti menegaskan, tidak ada latar belakang ajaran apapun mengenai hal ini. Sejauh yang ia fahami, tuyul itu tahayul. Berkembang karena sistem feodal di Jawa.*
Ridhazia, dosen senior Fidkom UIN Sunan Gunung Djati, pemerhati komunikasi sosial politik, bermukim di Vila Bumi Panyawangan, Cileunyi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.