Oleh Ridhazia
Dalam versi Quick Count (QC) pilkada sudah usai. Metode ilmiah ini sebagai indikator awal siapa bakal dilantik menjadi pemenang.
Meski QC — tidak selalu menghasilkan data yang akurat 100 persen dan dapat diandalkan — oleh otoritas penyelenggara pemilihan umum yang menghitung secara real count secara resmi.
QC merupakan metode verifikasi dengan menghitung persentase hasil di tempat pemungutan suara (TPS) yang dijadikan sampel relatif obyektif.
Pasalnya QC dilaksanakan oleh lembaga survey kredibel. Diawasi oleh para ahli statistik politik. Bukan berdasarkan persepsi atau pengakuan responden.
Apalagi CQ menerapkan teknik sampling probabilitas yang hasilnya jauh lebih akurat dan dapat mencerminkan populasi secara tepat.
Keakuratan QC pernah dibahas oleh para pakar statistik, lembaga survei, dan lembaga riset yang menyatakan bahwa Margin of Error (MoE) dari perhitungan suara quick count hanya sekitar 1%, sehingga perbedaan antara hasil quick count dan real count sangatlah tipis.
Patah Arang
QC yanh memberikan gambaran awal yang cepat kerap membuat para kandidat yang tersingkir patah arang. Tidak memiliki semangat untuk memperhatikan real count menjadi acuan utama dalam menentukan hasil sebenarnya.
Mengingat sebaran sampelnya sudah ditentukan dengan mempertimbangkan lumbung suara mayoritas. Metode QC juga didasarkan pada random sampling.
Dalam pilkada 2024 lembaga survei atau riset menarik sampel acak dari 3000 TPS di seluruh Indonesia. Meskipun jumlah TPS yang diambil hanya sebagian kecil dari totalnya, yaitu sekitar 830.000 TPS dengan mempertimbangkan persebarannya.*
* Ridhazia, dosen senior Fidkom UIN Sunan Gunung Djati, jurnalis dan kolumnis, pemerhati psikologi dan komunikasi sosial politik, bermukim di Bandung, Jawa Barat.