Oleh Emeraldy Chatra
Konsep media relations dibangun dalam kajian public relations ketika media sosial belum ada. Ketika konsep itu lahir yang ada hanya media mainstream yang sekarang disebut juga media konvensional seperti media cetak (surat kabar, majalah) dan media elektronik (televisi dan radio).
Setelah teknologi internet ditemukan dan disusul oleh kehadiran media online maka media sosial jadi tren baru. Sekarang media sosial berhasil mengimbangi bahkan mengalahkan pengaruh media mainstream. Akibatnya tentu konsep media relations harus dievaluasi dan direvisi.
Evaluasi itu terutama sekali difokuskan kepada efektivitas penggunaan media sosial dalam menjangkau publik. Apakah media sosial memang lebih efektif? Untuk Indonesia kita masih kekurangan data yang komprehensif yang dapat menjelaskan seberapa jauh efektivitas media sosial untuk kegiatan public relations.
Kelemahan media sosial datang dari mudahnya membuat akun. Akun media sosial dapat dibuat tanpa biaya. Gratis. Hal ini menyebabkan akun media sosial sangat banyak jumlahnya. Satu orang atau satu instansi mungkin bisa memiliki beberapa akun Instagram, TikTok, dan yang sejenisnya.
Banyaknya akun mendia sosial menyebabkan setiap pemilik akun media sosial harus bersaing ketat dengan ribuan akun yang menyerbu sasaran atau publik yang sama. Saking banyaknya akun yang menyerbu sasaran akan mengalami kerepotan dalam memfokuskan perhatian. Sebagian, yang tidak menarik, tidak akan dapat perhatian bahkan mungkin ditinggalkan. Kemenangan dalam persaingan itu dapat dilihat dari seberapa banyak subscriber/follower untuk sebuah akun, serta like dan share yang diperoleh sebuah konten.
Dalam menghadapi persaingan yang ketat pemilik akun harus berusaha membuat konten yang lebih menarik ketimbang konten dari akun kompetitor. Pemilik akun harus mengetahui – sebaiknya dengan riset – konten seperti apa yang dapat menyedot perhatian publik.
Secara umum konten media sosial yang berhasil menarik perhatian publik adalah yang menggabungkan antara hiburan, informasi, dan sentuhan emosi. Penggabungan itulah yang menyebabkan konten dakwah yang lucu banyak mendapat share ketimbang yang hanya mengandung informasi.
Untuk kegiatan media relations yang rutin penggabungan ketiga unsur tersebut tentu bukan pekerjaan yang gampang. Pengelola media sosial harus merumuskan ‘formula’ khusus bagi kontennya agar tujuan media relations dapat tercapai. *
* Dr Emeraldy CHatra, M.Ikom, pmerhati masalah komunikasi, budaya dan media, Ketua Prodi S2 Komunikasi Universitas Andalas, bermukim di Kota Padang, Sumatera Barat.