
Oleh Ridhazia
Kebudayaan era Firaun ternyata tak jauh dari Indonesia. Bahkan menduduki posisi penting dari semua ritual kematian para raja-raja Mesir Kuno. Khususnya untuk mengawetkan jenazah (mumi) agar jasadnya utuh ribuan tahun.
Itulah tanaman kamper (dryobalanops aromatica) disebut dalam sejarah sebagai jenis tanaman istimewa ini diimpor dari kepulauan Sumatera.
Sejak abad ke-4 Masehi, kamper sudah diperdagangkan sebagai komoditas paling dicari dan berharga. Pada era itu setara dengan emas, tembaga, dan sebagainya.
Asal dari Fansur
Para pedagang menyebut lokasi penghasil kamper bernama Fansur.
Peneliti Prancis Nouha Stephan dalam riset “Kamper dalam Sumber Arab dan Persia” setelah menganalisis teks-teks tradisional yang dimaksud Fansur itu Pulau Sumatera.
Hal itu sejalan dengan oemikiran Claude Guillot dalam “Barus Seribu Tahun yang Lalu” (2008) yang menyimpulkan Sumatera menjadi tempat asal muasal kamper.
Arkeolog Edward Mc. Kinnon dalam “Ancient Fansur, Aceh’s Atlantis “(2013) menyebut Fansur terletak di ujung barat Aceh.
Sejarawan Prancis Denys Lombard dalam Nusa Jawa Silang Budaya (1996) menceritakan, para pengembara Arab menggunakan kapal-kapal besar untuk mengangkut kamper.
Belakangan peran penting kamper juga tak hanya di sektor perdagangan, tetapi juga religi. Kelak, sejarah Indonesia mencatat berkat perdagangan kamper, Islam bisa masuk ke Nusantara pada abad ke-7 Masehi *
* Ridhazia, dosen senior Fidkom UIN Sunan Gunung Djati, jurnalis dan kolumnis, pemerhati psikologi dan komunikasi sosial politik, bermukim di Bandung, Jawa Barat.