OpiniPendidikan

Hari Batik Nasional: Warisan Budaya Identitas Bangsa dan Pendidikan

Batik dan Penguatan Identitas di Sekolah:

132views

Hari Batik Nasional: Warisan Budaya, Identitas Bangsa, dan Pendidikan

Oleh : Entang Rukman

Penelitian Evi Steelyana (2016) juga menunjukkan bahwa pengakuan UNESCO terhadap batik meningkatkan rasa percaya diri generasi muda. Jika dilibatkan dalam kegiatan sekolah, seperti lomba membatik, kunjungan ke sentra batik, atau ekstrakurikuler seni, maka batik dapat menjadi media pendidikan yang membangun rasa cinta tanah air sejak dini.

SETIAP-– tanggal 2 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Batik Nasional. Peringatan ini berkaitan dengan pengakuan UNESCO pada tahun 2009 yang menetapkan batik sebagai Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity. UNESCO menegaskan bahwa batik adalah tradisi yang tidak hanya indah secara visual, tetapi juga sarat makna filosofis dan diwariskan lintas generasi.

Makna Filosofis Batik sebagai Media Pendidikan Nilai:

Asti M. dan Ambar B. Arini (2011) menyebut bahwa istilah batik berasal dari kata mbat (melempar) dan tik (titik), yang menggambarkan proses penuh kesabaran dan ketelitian. Hal ini bisa menjadi teladan pendidikan karakter, karena membatik prinsip ketekunan, konsistensi, dan penghargaan terhadap proses.

Selain itu, setiap motif batik mengandung pesan moral. Motif Parang melambangkan keteguhan, Kawung melambangkan keadilan, dan Sido Mukti menjadi doa untuk kesejahteraan. Nilai-nilai filosofis ini dapat diserap dalam pembelajaran, misalnya dalam mata pelajaran Seni Budaya, Sejarah, maupun Pendidikan Pancasila, sehingga siswa belajar bahwa budaya tidak hanya dinikmati tetapi juga sarana refleksi kehidupan.

Batik dan Penguatan Identitas di Sekolah:

Menurut Van Roojen (2011), bersinggungan dengan batik—baik tulis, topi, maupun print—membuatnya mudah masuk ke berbagai konteks kehidupan. Dalam dunia pendidikan, hal ini terjadi ketika banyak sekolah mewajibkan seragam batik sebagai identitas. Hal ini bukan sekadar penyeragaman pakaian, tetapi simbol kebanggaan terhadap budaya bangsa.

Penelitian Evi Steelyana (2016) juga menunjukkan bahwa pengakuan UNESCO terhadap batik meningkatkan rasa percaya diri generasi muda. Jika dilibatkan dalam kegiatan sekolah, seperti lomba membatik, kunjungan ke sentra batik, atau ekstrakurikuler seni, maka batik dapat menjadi media pendidikan yang membangun rasa cinta tanah air sejak dini.

Tantangan dan Peran Pendidikan:

Di sisi lain, World Journal of Social Science (2019) menyoroti bahwa maraknya produksi batik printing bisa membuat generasi muda kehilangan pemahaman tentang batik tulis tradisional. Didalam dunia pendidikan berperan penting: guru dapat menjelaskan perbedaan batik tulis, topi, dan percetakan, sekaligus memberikan penghargaan terhadap kerja keras pengrajin.

Lebih jauh lagi, batik bisa dijadikan bahan pembelajaran lintas disiplin ilmu:

Seni Budaya: praktik membatik sederhana:

IPS/Sejarah: batik asal-usul dan hubungannya dengan kerajaan atau daerah. Ekonomi: batik sebagai bagian dari ekonomi kreatif.

Pancasila & Pendidikan Karakter: nilai-nilai filosofi dalam motif batik. Batik, Pendidikan, dan Diplomasi Budaya

Artikel di Modern Diplomacy (2022) menegaskan bahwa batik berperan sebagai diplomasi budaya Indonesia. Jika generasi muda dipersiapkan sejak sekolah untuk memahami batik, maka mereka tidak hanya mengenakan batik, tetapi juga mampu menjelaskan makna di baliknya ketika bertemu masyarakat global. Hal ini memperkuat peran pendidikan sebagai penjaga warisan budaya sekaligus penopang diplomasi bangsa.

Hari Batik Nasional bukan hanya momentum untuk mengenakan batik, tetapi juga kesempatan emas bagi dunia pendidikan untuk menanamkan cinta budaya, rasa nasionalisme, dan penghargaan terhadap karya bangsa. Seperti yang ditegaskan oleh UNESCO (2009), batik adalah warisan kemanusiaan. Melalui pendidikan, kita dapat memastikan bahwa warisan ini tidak hanya dirayakan setahun sekali, tetapi hidup dalam keseharian generasi penerus bangsa.**

Leave a Response