
Oleh Ridhazia
Ketika berpidato pada ulangtahun Partai Gerindra, Presiden Prabowo Subianto menginisiasi koalisi permanen KIM (Koalisi Indonesia Maju).
Tapi untuk siapa koalisi itu?
Handbook of Party Politics karya Richard Katz dan William Crotty menyatakan, kalau koalisi politik yang merupakan inisiatif aktor politik itu untuk meraih kekuasaan.
Artinya, koalisi parpol tak lain hanya membuat panggung bagi aktor politik berbagi kekuasaan. Bukan untuk kepentingan rakyat.
Demikian juga di Indonesia. Hal ini bisa dibaca dari hasil jajak pendapat koran nasional. Bahwa koalisi untuk kepentingan parpol (53,6%). Selebihnya kepentingan elite politik (12,7%). Sedangkan kepentingan rakyat (24,3%).
Koalisi lebih menonjolkan urusan kerjasama praktis parpol (67,7%) ketimbang alasan kesamaan ideologi (63,2%) dan kesamaan program parpol (64,9%).
Melawan Rakyat
Tapi ingatlah kata komedian Groucho Marx (1890-1977) kalau politik itu tak lain seni mencari masalah dan mendiagnosisnya secara salah, juga menerapkannya dengan cara yang salah.
Bisa jadi ide koalisi permanen itu justru menjadi “musuh bersama” rakyat sebagai representasi kekuasaan yang paling kuat.*
* Ridhazia, dosen senior Fidkom UIN Sunan Gunung Djati, jurnalis dan kolumnis, pemerhati psikologi dan komunikasi sosial politik, bermukim di Bandung, Jawa Barat.