
Oleh: Ridhazia
KREATOR konten sekaligus YouTuber Adimas Firdaus atau yang dikenal dengan nama panggung Resbob terancam dipenjara 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Resbob viral setelah potongan siaran langsungnya beredar luas dan menunjukkan dirinya melontarkan pernyataan rasis terhadap kelompok suporter sepakbola Viking serta menyinggung suku Sunda.
Pasal SARA
Pasal yang dilanggar yaitu melakukan tindak pidana rasis sebagaimana pasal 28 ayat (2) UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Bukan Delik Aduan
Ada atau tidak ada pengaduan, polisi dapat melakukan proses hukum terhadap Resbob. Sebab penyebaran informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan yang rasis bukan delik aduan.
Tapi delik biasa. Apalagi kasus Resmob
menimbulkan keresahan publik yang lebih luas. Artinya, proses hukum terhadap Resbob dapat diinisiasi oleh polisi tanpa harus menunggu pengaduan dari pihak korban secara langsung.
Dengan kata lain, polisi hanya bisa melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap Resbob sejauh polisi memenuhi syarat minimal dua alat bukti yang sah yaitu ada keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.
Dalam hal ini polisi wajib menganalisis secara logis bahwa bukti-bukti tersebut menguatkan dugaan tindak pidana hingga Rasbob ditetapkan sebagai tersangka.
Ditahan
Pada proses penyidikan, perintah penahanan berlaku paling lama 20 hari dan dapat diperpanjang paling lama 40 hari.
Sang tersangka selanjutnya ditangani Kejaksaan. Dalam tahap penuntutan yang bersangkutan ditahan 20 hari dan bisa diperpanjang Ketua Pengadilan Negeri maksimal 30 hari.
Demikian juga pada tahap pemeriksaan di Pengadilan Negeri oleh hakim pengadilan negeri, Resbob ditahan kembali 30 hari, bisa diperpanjang Ketua Pengadilan Negeri maksimal 60 hari sebelum pengadilan di gelar secara terbuka.
Inilah pelajaran bagi siapapun yang menyukai media sosial. Berhati-hatilah.
Jangan sesuka-sukanya tanpa pertimbangan resiko hukumnya.*
* Ridhazia, dosen senior Fidkom UIN Sunan Gunung Djati, jurnalis dan kolumnis, pemerhati psikologi dan komunikasi sosial politik, bermukim di Bandung, Jawa Barat.


