Daerah

Martabat Penulisan “The Dignity of Writing”

The Dignity of Writing

335views

 SEPANJANG– perjalanan saya dari Makassar ke Bau-Bau lewat KM Kabila, saya menamatkan membaca buku karya Ki Ju Lee berjudul” The Dignity of Wraiting. Buku setebal 176 halaman yang diterbitkan Gramedia Pustaka Utama, 2023, Ki Ju Lee menempatkan setiap kata dalam tulisan memiliki makna dan martabat.

Apa alasan Anda berhenti menjadi jurnalis dan memilih menjadi penulis buku? Kalimat awal pada halaman 24 tulisan Ki Ju Lee dakam bukunya, membuat saya mengenang kembali tatkala memutuskan pensiun dari panggung jurnalis pada tahun 1995, lalu saya memilih profesi menulis buku dengan mendirikan Yapensi[Yayasan Pencerahan Sulawesi] lembaga penerbitan yang saya rintis di Makassar, lalu migrasi ke Ibukota Jakarta.

Dalam berbagai forum seminar, diskusi dan bimbingan penulisan, rata-rata saya ditanya peserta, mengapa Anda berani memilih jalan literasi, jalan menulis buku sebagai panggung pengabdian atau pilihan hidup. Maka, saya menjawabnya selain ingin bebas, saya menulis buku sebagai jalan hidup penulis. Benarlah kata Ki Ju Lee, menjadi penulis buku agar bisa mengukur rekor, saya hanya berenang di kolam persegi yang memiliki tali pembatas. Namun menjadi penulis adalah orang yang tidak berenang di kolam, melainkan di lautan luas.

Oleh karena itu, memilih profesi menulis buku adalah pejerjaan bebas, bebas menjalani kehidupan, tidak formil, cara dan tujuan yang telah ditentukan. Kalau Ki Ju Lee ditanya mengapa ingin menjadi penulis, karena ingin lahir kembali. Profesi penulis buku adalah pekerjaan yang tidak semua orang lakukan, apalagi memilihnya. Selain tidak menjanjikan kata banyak orang, penulis buku yang prosesnya panjang, berliku, namun tidak mendapatkan penghasilan yang diperolehnya dari menulis buku.

Hemat saya, memilih jalan menulis buku sama seperti berani memilih hidup yang tidak menjanjikan materi, apalagi kesejahteraan. Kendati saya memilih profesi menulis buku, selain telah siap hidup apa adanya, juga menulis buku menanam kebaikan dunia dan akherat.

Penting lagi bahwa setiap kata yang tersusun rapi memberikan makna kehidupan dalam sebuah tulisan. Kekuatan kata dan kalimat dalam tulisan, sesungguhnya memberikan harapan dan keindahan untuk mengarungi kehidupan.

Saya setuju Ki Ju Lee, “The Dignity of Writing” bahwa kata dan kalimat memiliki makna mendalam mengandung aroma yang lembut dan lestari. Kata dan kalimat bisa saja hilang dari penglihatan, tapi tulisan wangi meresap ke dalam pikiran pembacanya tetap abadi.  Menulislah untuk dikenang, menulislah untuk Abadi.  Bachtiar Adnan Kusuma,.S.Sos. MM, Tokoh Literasi menuliskan dari Kota Bau-Bau

Leave a Response