Opini

Kita, Perilaku, Konsisten dan Konsistensi

Kita Butuh Perilaku Konsisten dan Konsistensi

47views

Oleh  Bachtiar Adnan Kusuma

Konsistensi bukanlah tentang melakukan hal besar sesekali, melainkan melakukan hal kecil secara berkelanjutan—seperti konsep  Small Is Beautiful , yang dikemukakan dalam buku karya Schumacher pada tahun 1973.

ISTILAH — konsistensi dan konsistensi agak mudah diucapkan, namun sulit dilaksanakan. Ibarat diksi dari sebuah kalimat indah, namun masih saja sulit diterapkan atau dijadikan aksi di lapangan.

Istilah konsistensi dan konsistensi tampak sama, namun memiliki pengertian yang berbeda. Penulis sengaja mengungkapkan kembali kedua istilah ini untuk menunjukkan pentingnya keduanya melekat dalam diri seseorang.

Betapa banyak orang meninggalkan profesi awalnya karena kurangnya rasa percaya diri terhadap apa yang dikerjakan selama ini. Sebaliknya, ada juga orang yang mampu merawat dengan baik apa yang telah ditekuninya dan tetap mempertahankan pekerjaan itu dengan baik.

Sejujurnya, rasanya berat mempertahankan apa yang telah dipikirkan, digagas, dan dikerjakan agar menjadi sebuah kegiatan yang terus-menerus berlangsung.

Nah, di situlah dibutuhkan sikap konsistensi, yaitu perilaku yang berkesinambungan dan terus-menerus dilakukan tanpa melompat ke kiri dan ke kanan. Artinya, tidak berubah-ubah atau berperilaku menampilkan doa.

Apa pula konsistensinya? Konsistensi bagaikan metronom yang memastikan irama tetap stabil, menjadi kunci utama bagi para pejuang ilmu untuk mencapai tujuan mereka.

Konsistensi bukanlah tentang melakukan hal besar sesekali, melainkan melakukan hal kecil secara berkelanjutan—seperti konsep  Small Is Beautiful , yang dikemukakan dalam buku karya Schumacher pada tahun 1973.

Oleh karena itu, kita memerlukan kedua istilah di atas—konsisten dan konsistensi—sebagai alat ukur perilaku atau sikap yang tidak mudah goyah karena efek duniawi.

Pada akhirnya, kita memerlukan energi konsistensi dan konsistensi sekaligus untuk menunjukkan bahwa kita adalah pejuang, bukan pecundang. Bukan pula orang yang hanya pandai menggagas tetapi tidak pandai dan merawatnya.  **Bachtiar Adnan Kusuma , pegiat literasi nasional, menetap di Makassar.

 

Leave a Response