Kolom Sosial Politik

Kecerdasan Politik KOMEDIAN

49views

 

Oleh Ridhazia

Publik bertanya-tanya atas alasan apa Cak Lontong dikukuhkan sebagai ketua tim sukses bakal calon gubernur Jakarta dari PDIP Pramono-Rano Karno.

Padahal pria Surabaya alumni ITS Surabaya lebih populer sebagai komedian pada StandUp Comedy ketimbang sebagai politisi. Apalagi sebagai aktivis partai politik.

Politisi itu komedian!

Alkisah, seorang politisi yang kelelahan sepulang kampanye bertanya pada istrinya, “Apakah kamu juga lelah?” Jawab istri, “Ya. Aku lelah karena terpaksa harus mendengarkan semua janji dan omong kosongmu ”

Humor di atas tak sekadar cuplikan dari sebagian isi buku tentang humor politik. Juga menjadi narasi menertawakan tingkah dan perilaku para politisi yang tak lebih sebagai lelucon yang penuh paradoks, dan ironis, bahkan fatalistik hingga konyol.

Puns

Ternyata, komedian dianugerahi kecerdasan. Mungkin melebihi kecerdasan politisi. Terutama dalam hal memainkan joke yang lucu melalui rangkai kata-kata (puns) sebagaimana dipertontonkan Cak Lontong.

Sikap baik dan menghibur sang komedian membuat komunikasi politik lebih efektif. Selera humor yang berkelas disampaikan lebih segar. Kampanye pun akan lebih rileks. Tanpa provokasi dan kebencian yang lazim menyertai kontestasi.

Menurut Peter McGraw, Direktur Humor Research Lab di University of Colorado dan John Pollack, sekaligus konsultan komunikasi dan penulis buku The Pun Also Rises, bahwa permainan kata-kata dari seorang komedian merupakan demonstrasi kecerdasan manusia.

Terutama ketika menguraikan kerumitan kata-kata dari suatu pesan serius dan berat menjadi bahasa yang memahami nuansa dan suasana yang cair.

Kiri-Kanan OK

Menurut studi yang dimuat di Scientific American, seorang komedian memiliki kecerdasan yang bukan kaleng-kaleng. Ia makluk manusia yang diberi kemampuan luar biasa karena dapat menggunakan kedua bagian otak kiri dan kanan sekaligus.

Bagian kiri otak memproses bahasa dasar untuk permainan kata, sedangkan bagian kanan otak memproses bagian humornya, punch line-nya di mana kata-kata diberi makna ganda dan ambigu, dan konteks.

Jika menafsirkan sebuah kata dengan otak kiri. Humor muncul ketika otak bagian kanan memberikan petunjuk tentang lanjutan atau jawaban dari lelucon tersebut.

Hal ini memicu apa yang disebut ‘reinterpretasi kejutan’ dimana permainan kata-kata adalah alat yang digunakan untuk mengemas lebih banyak makna dalam jumlah kata yang pendek tapi tepat sasaran. *

* Ridhazia, dosen senior Fidkom UIN Sunan Gunung Djati Bandung, jurnalis dan kolumnis, pemerhati psikologi dan komunikasi sosial politik, bermukim di Bandung, Jawa Barat.

Leave a Response