Dukung Bandung Sebagai Kota Mode, Patrakomala Coffee Shop Hadirkan Diskusi Publik

METRO BANDUNG, bandungpos.id – Bandung adalah surganya para pecinta fashion lokal. Tampaknya itulah predikat yang melekat pada kota yang dijuluki Paris van Java ini. Keunikan dan keberagaman fashion yang ditawarkan menjadi daya tarik utama yang membuat Bandung cukup digdaya sebagai kiblat mode di Indonesia. Selain itu, berbagai pusat pembelanjaan yang menyediakan produk-produk fashion lokal dapat dengan mudah ditemukan di sudut-sudut kota, tentunya dengan harga yang terjangkau. Ini yang kemudian mengantarkan Bandung tergabung dalam komunitas UNESCO Creative Cities Network pada tahun 2015 silam.
Untuk memperkokoh status tersebut, Disbudpar Kota Bandung menggelar diskusi bertajuk “Peran Sub Sektor Fashion dalam Penguatan Bandung sebagai UNESCO City of Design” pada Jum’at (4/10) di Kedai Mimim, Jalan Cihapit, Bandung. Acara ini merupakan bagian dari rangkaian event di bawah sponsor Patrakomala Coffee Club.
Patrakomala adalah sebuah platform ekonomi kreatif berkelanjutan yang beroperasi di bawah radar Disbudpar Kota Bandung. Platform ini berfungsi sebagai ruang diskusi bagi para pelaku ekonomi kreatif untuk meningkatkan kerja sama dan memperluas jangkauan pasar di berbagai subsektor.
Terkait dengan audiens yang dilibatkan, diskusi ini dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat, diantaranya adalah pelaku ekonomi kreatif, akademisi, pengusaha UMKM, komunitas, serta perwakilan media. Adapun diskusi ini dipandu oleh Deri Pribadi Aska (Founder Muslimhood Media), dengan mengundang beberapa narasumber, diantaranya Riri Rengganis (Indonesia Fashion Chamber) dan Bheben Oscar (Batik Dama Kara).
Diskusi dibuka Deri Pribadi Aska (Founder Muslimhood Media) yang menjelaskan potensi Bandung sebagai pusat mode di Indonesia. Menurutnya, dengan banyaknya desainer lokal yang memiliki kreativitas tinggi dalam menciptakan produk fashion berkualitas unggul, Bandung mempunyai segudang potensi untuk memperkenalkan fashion lokal ke tingkat nasional maupun internasional.
Selain itu, ia juga menggarisbawahi dampak pandemi Covid-19 terhadap mandeknya industri fashion. Pasca pandemi, online shop menjadi platform yang cukup populer digunakan para konsumen. Menurutnya, untuk memperluas jaringan dan menyesuaikan pasar, digitalisasi adalah kemampuan yang harus dikuasai.
Diskusi dilanjutkan Riri Rengganis (Indonesia Fashion Chamber) yang menyoroti kurangnya integritas pengusaha dan komunitas di bidang fashion. Menurutnya, untuk mengkonsolidasikan para pelaku industri fashion, tidak harus melalui acara fashion show yang menghabiskan banyak biaya tetapi cukup melalui diskusi yang partisipatif. Ia menekankan pentingnya diskusi terbuka sebagai wadah untuk saling bertukar informasi dan pengalaman.
Diskusi dilanjutkan Bheben Oscar (Batik Dama Kara) yang menjelaskan pentingnya dukungan pemerintah dan berbagai lembaga terkait dalam mengembangkan industri fashion di Bandung. Ia memberikan alternatif lain untuk menghidupkan kembali industri fashion yang sempat terdampak pascapandemi Covid-19, yakni dengan menggelar event dan pameran fashion. Menurutnya, upaya tersebut cukup efektif untuk mempromosikan potensi fashion yang dimiliki Bandung.
Sebagai penutup, Deri Pribadi Aska mengajak semua pihak untuk berkolaborasi dalam memperkuat ekosistem fashion di Bandung. Ia juga kembali mengingatkan bahwa untuk mencapai tujuan tersebut, pelaku industri fashion perlu aktif beradaptasi dengan perkembangan zaman.
Dengan demikian, diharapkan Bandung tidak hanya menjadi pusat industri fashion di Indonesia tetapi juga mampu bersaing di kancah internasional.(dimas/bnn)