Catatan Tercecer Open Arms di Selasar Sunaryo
CATATAN-- yang tercecer dari pembukaan pameran Open Arms di Selasar Sunaryo
Oleh Farham Helmy
CATATAN– yang tercecer dari pembukaan pameran Open Arms di Selasar Sunaryo, Jum’at lalu. Saya meminta kawan saya relawan difabel netra Ramdan Alamsyah dan Berliani Fauziyah untuk merasakan dan menceritakan apa yang dipahaminya dari sinopis kuratorial pameran. Keduanya baru pertama kali merasakan sensasi pameran yang mungkin akan diingatnya terus.
Saya dan Kang Yusran salah seorang aktivis Pergerakan DILANS Indonesia dan juga penggerak di BBC76 Community, arts and science for everyone mengamati dan mendiskusikannya setelah mereka selesai membaca rangkaian “huruf braille” yang dituliskan pada logam.
Saya menyadari disini mungkin tantangannya, bagaimana visualisasi diterjemahkan oleh kedua kawan saya sehingga pemahamannya bisa sama.
Difabel non-netra mungkin bisa mengakses lebih banyak pengetahuan, dibanding warga difabel netra. Pembacaan ini mungkin bisa jadi berbeda. Walaupun keduanya mahasiswa UPI yang kritis.
Singkat kata, literasi pengetahuan yang dituliskan #braille haruslah diproduksi dan diperluas agar kesetaraan ini berbentuk dalam wujud kongkrit.
Saya membahasnya di satu grup WA soal ini, termasuk lagu yang dinyanyikan oleh Dira Sugandi, “Utuh” yang juga mengartikulasikan soal “kesempurnaan”, mungkin dalam pengertian fisik. Kata teman saya ” Imperfect is perfect, their imperfection makes them perfect”.
Bagi saya yang tukang insinyur, mungkin “perfect/imperfect” adalah “konstruksi sosial”, jadi persoalan “engineering”. Seperti juga yang ditunjukan oleh dua kawan saya lainnya dua anak muda start up yang mengembangkan tangan palsu. Duo “bionic man”, semangatnya luar biasa dengan keterbatasan fisik ditangannya 👍
Yang punya waktu tonton ya pamerannya, karya yang luar biasa dari banyak kawan saya yang difabel. Masih berlangsung sebulan kedepan🙏 Penulis President Dilans Indonesia