Oleh Ridhazia
Kampanye hitam (black campaign) keniscayaan dalam berpolitik praktis. Tidak bisa dilarang. Untuk merengkuh kekuasaan, apapun bisa dilakukan. Dan, kampanye yang kerap disebut tidak etis dan melanggar hukum itu terjadi di semua negara, tak terkecuali di negara demokrasi terbesar Indonesia dan Amerika Serikat
Media Sosial
Dan, alternatif kampanye hitam untuk membuat lawan politik terkapar adalah media sosial. Berita bohong, fitnah, dan/atau informasi negatif di media baru berbasis internet ini efektif dan efesien memperburuk citra capres/wapres dan sikap serta pilihan positif pendukungnya.
Kampanye bermedia sosial sangat bisa memutarbalikkan fakta baik menjadi sebaliknya. Bukan hanya dengan narasi buruk, unggahan foto, gambar meme, sketsa, dan lain-lain senyatanya lebih efektif dibanding tradisi kampanye jalanan membagi atau menyebarkan informasi melalui brosur, pamflet, artikel, spanduk, dan lain-lain.
Lebih Dahsyat!
Bahkan kampanye hitam di media sosial Facebook, Twitter, Instagram, WhatsApp, dan sejenis lainnya, lebih dahsyat efeknya pada elektabilitas ketimbang politik uang (money politic) yang berpotensi rawan dipersoalkan.
Mendistribusikan informasi secara terus-menerus melalui media berbasis internet menjadi ruang kebebasan publik untuk memilih informasi yang paling disukai.
Apa pun yang menurut publik penting akan dikomunikasikan kepada orang lain. Meskipun cenderung mengarah tidak obyektif bahkan narsisme yang melampaui batas akal sehat dan kebenaran fakta. *
* Ridhazia, dosen senior Fidkom UIN Sunan Gunung Djati, jurnalis dan kolumnis, pemerhati komunikasi sosial politik, bermukim di Vila Bumi Panyawangan, Cileunyi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.