
Bandung, BANDUNGPOS.ID – Penataran Wasit Cabang Olahraga (Cabor) Bulutangkis dan Renang digelar National Paralympic Comitte Indonesia (NPCI) Jabar . Penataran yang berlangsung sehari itu diikuti 27 Pengcab NPCI Kota/Kabupaten dengan masing-masing pengcab diwakili 2 orang perwakilannya. Dengan demikian jumlah peserta ekuivalen dengan 54 orang.
“Kami berharap dengan kegiatan penataran ini mampu menambah wawasan para wasit khususnya didua cabor yaitu bulutangkis dan renang. Kedepannya jika acara penataran diadakan lagi, kami ingin ada penambahan cabor yang dijadikan objek penataran wasit dengan durasi waktu tidak hanya sehari,”ujar Ade Agus Setiawan kepala Biro Pertandingan dan Wasit NPCI Jabar disela-sela acara di Hotel Ibis Bandung Trans Studio Jalan Jenderal Gatot Soebroto Kota Bandung, Senin (22/9/2025).
Ade menambahkan, kegiatan penataran kali ini include dengan pendataan untuk kegiatan selanjutnya seperti misalnya multi event semacam Pekan Paralympik Daerah (Peparda). Wawasan wasit – lewat kegiatan penataran, bisa di aplikasikan di agenda resmi NPCI Jabar.
“Dikepengurusan baru NPCI Jabar dibawah komando Pak Hary Susanto kegiatan penataran wasit ini adalah yang pertama dilaksanakan. Sekarang dua cabor dulu. Kedepannya Insya Allah bertambah menjadi 16 cabor. Dengan demikian nantinya NPCI Jabar memiliki kualitas wasit yang mumpuni. Ini sebenarnya yang kami harapkan,” tutur Ade yang juga ketua pelaksana Penataran Wasit Cabor Bulutangkis dan Renang NPCI Jabar.
Usai penataran wasit – lanjut Ade, para peserta akan mendapat semacam lisensi dan sertifikasi. Disisi lain, untuk format sebuah penataran, durasi waktu sehari dalam penilaian Ade masih kurang. Idealnya untuk lebih efektif dan efisien serta tepat sasaran dibutuhkan waktu dua hari penyelenggaraan dengan rincian, satu hari untuk teori dan satu hari untuk praktek.
Penataran Wasit Cabor Bulutangkis dan Renang menampilkan dua nara sumber, masing-masing Tata Mulyana dari bidang Perwasitan PBSI Kota Bandung untuk cabor bulutangkis dan Boni Achmad Syaban pakar coaching clinic swimming dari Pengprov Akuatik Jabar. Acara dipandu oleh Surya Pragala.
Disaat jeda acara, kepada pewarta, Tata Mulyana mengkritisi ihwal mepetnya waktu penyelenggaraan penataran.
“Dengan durasi waktu hanya 1 sampai 2 jam, selaku nara sumber saya hanya membeberkan secara garis besar saja, meski memang tidak mengurangi esensi acara ini (penataran wasit). Saya mengupas dan membahas 17 aturan wasit bulutangkis di tataran NPCI Jabar.
Cabor bulutangkis penyandang disabilitas – urai Tata, ada beberapa nomor yang berbeda. Ada kelompok WH1 dan WH2 yang diperuntukkan bagi atlet bulutangkis kursi roda (wheelchair). Lalu ada Kelas standing lower (SL), 3, SL 4, standing upper (SU) dan Short Stature (SS) 6. Nomor-nomor di cabor bulutangkis ini adalah yang biasa dipertandingan di Paralimpiade dan ParaGames dan ini semua adalah nomor-nomor perbedaan dengan kelompok non-difabel.
“Materi inti yang saya sampaikan di acara penataran wasit ini adalah tentang pemahaman peraturan pertandingan. Kemudian soal kosa kata (vocabulary) wasit harus dipahami pemain saat memimpin jalannya pertandingan. Terakhir wasit (bulutangkis) harus memahami kelompk perbedaan usia dan permainan,” ungkap Tata.
Tata berharap lewat acara penataran wasit yang digagas NPCI Jabar mampu dipraktekan dan berani untuk memimpin pertandingan.
Dikesempatan yang sama, penatar dari cabor renang Boni Achmad Syaban menegaskan soal peraturan pararenang yang menurutnya tak berbeda jauh dengan renang non disabilitas.
“Cuma di pararenang ada klasifikasi. Misalnya ada kasifikasi S1 sampai S10. Klasifikasi ini adalah atlet dengan disabilitas fisik. Kemudian ada klasifikasi S1 sampai S13 yaitu atlet dengan gangguan penglihatan dan klasifikasi S14 adalah atlet dengan disabilitas intelektual,” papar Boni.
Menurut Boni semua aturan dan klasifkasi itu telah disesuaikan. Khusus nomor tuna grahita ada semacam toleransi karena anak-anak tunagrahita itu emosinya tidak stabil.
“Bisa jadi didalam satu perlombaan orangnya tenang, namun begitu ketemu banyak orang dia langsung tantrum. Jadi boro-boro buat berenang sebab yang ada adalah pelatihnya akan sibuk menenangkan tantrumnya yang meledak-ledak,” ujar Boni.
Oleh karena itu – tutur Boni, ada keringanan-keringanan untuk penyandang tunagrahita. Disamping itu sosok pelatih harus selalu mendampingi di kolam sekaligus memperhatikan.
“Biasanya anak tunagrahita akan lebih tenang didampingi orangtua dan pelatihnya. Kedua sosok ini lebih dominan untuk meredam tantrum yang bisa tiba-tiba muncul,” ujar Boni. (den)