IN MEMORIAM

Mengenang Tokoh Pers WINA ARMADA (1959-2025)

122views

Oleh: Ridhazia

TOKOH  pers Wina Armada meninggal dunia pada Kamis (3/7) petang. Ia mengembuskan napas terakhir pada usia 66 tahun.

Kabar wafatnya mantan Sekjen PWI Pusat itu setelah beredar pemberitaan dari mantan Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu.

“Telah meninggal dunia dengan tenang suami/ayah/aki Wina Armada Sukardi di Heartology Cardiovascular Hospital Jakarta, pada jam 15.59 WIB,”

Jurnalis dan Pakar Hukum Pers

Saya mengenal sosok Wina Armada sebagai sesama wartawan. Lebih tua saya, dua tahun. Tapi ia senior karena kepakaran dalam hukum pers. Khususnya kebebasan pers di Indonesia.

Sepengatahuan saya almarhum semasa hidupnya termasuk perumus Undang-Undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Kepakaran di bidang hukum dan etika pers, ia sering diminta sebagai saksi ahli baik di pengadilan maupun di tingkat penyidikan.

Dua Buku

Hasil pemikiran Wina Armada telah dibukukan. Dua diantarnya ” Wajah Hukum Pidana Pers” (1989) dan “Menggugat Kebebasan Pers” (1993)

Kedua buku itu kerap menjadi rujukan kuliah dan riset hukum pers dimana saya mengajar Hukum Pers di perguruan tinggi negeri di Bandung.

Dan, saya menganjurkan mahasiswa untuk membacanya, sekaligus menjadi rujukan karena kedua buku itu ditulis oleh ahli hukum yang juga Jurnalis yang berpengalaman.

Mantan Sekjen PWI

Mengutip website Lembaga Pers Dr.Soetomo (LPDS), Wina Armada pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PWI Pusat periode 2003–2008.

Selanjutnya menjadi anggota Dewan Pers selama dua periode, yakni 2004–2007 dan 2007–2010 sebagai Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan.

Karirnya di media yang menonjol sebagai Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi harian umum Merdeka, Wakil Pemimpin Redaksi majalah hukum Forum Keadilan.

Sejak tahun 2008 Wina Armada dipercaya sebagai salah satu Anggota Dewan Pengurus Yayasan Multimedia Adinegoro yang menaungi LPDS.

Mengejutkan Ketua PWI Pusat

Berita wafatnya mengejutkan rekan-rekan seprofesi di Tanah Air. Tak terkecuali Ketua Umum PWI Hendry Ch Bangun.

Keduanya selama 40 tahunan berteman sejak menjadi aktivis surat kabar kampus UI “Salemba” yang dipimpin Antoni Zeidra Abidin. Dan, sama-sama bergerak di pers kampus di masa-masa perlawanan kampus atas pemerintahan otoriter Orde Baru.

” Saya dan Wina berteman sejak lama, katakanlah sama-sama terjun di pers kampus. Saya Angkatan 77 di FSUI, dia Angkatan 78 di FHUI di kampus UI Rawamangun” kenang Hendry.

Berbeda

Dalam perjalanan karir, kedua berbeda pilihan. Tapi saling kenal dan saling menghargai. Jika Wina Armada memilih Prioritas, sedangkan Hendry Ch Bangun sebagai wartawan Harian Kompas.

Aktivis PWI Pusat

Kata Hendry Ch Bangun, Wina Armada dan dirinya aktivis organisasi PWI. Pernah menjadi Sekretaris Jenderal PWI Pusat di periode kedua Ketua Umum Tarman Azzam, yakni 2003-2008, menggantikan Bambang Sadono.

“Sedangkan saya menjadi Sekjen PWI Pusat tahun 2008-2013, 2013-2018 dengan Ketua Umum Margiono” katanya sebelum terpilih sebagai Ketua Umum PWI Pusat periode 2023-2028. Wina Armada menjadi Sekretaris Dewan Penasehat.

Belakang persahabatan dua teman seperjuangan itu juga “dipisahkan” ketika Wina Armada menerima jabatan Sekjen (versi KLB). Tapi pertemanan selama 40 tahun lebih persahabatan terus berjalan.

Sakit

Dalam beberapa foto pada Instragram pribadi Wina Armada, almarhum menunjukan foto dirinya ketika menjalani perawatan khusus di sebuah rumah sakit di Jakarta. *

  * Ridhazia, dosen senior Fidkom UIN Sunan Gunung Djati Bandung, jurnalis dan kolumnis, pemerhati psikologi dan komunikasi sosial politik, bermukim di Bandung, Jawa Barat.

Leave a Response