DaerahKabupaten/Kota

Ferry Curtis : Literasi itu Bukan Hanya Tentang Membaca Tapi Juga Mendengar Merasakan dan Memahami Makna

Talkshow bertema "Membumikan Literasi, Menumbuhkan Emas" berlangsung di Gedung Olah Bebaya Kompleks Kantor Gubernur Kaltim, Senin (27/10).

32views

SAMARINDA, BANDUNGPOS  —Generasi Z hidup di zaman serba digital. Mereka yang lahir pada tahun 1997 hingga 2012 mudah melakukan aktivitas dengan mengusapkan jari di layar gawai. Dari membaca, berbelanja, dan keperluan lainnya, menentukan arah bagaimana mencapai Generasi Emas di 2045.

Talkshow Gebyar Anugerah   Literasi 2025 yang menampilkan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kaltim , berlangsung khidmat. Talkshow bertema “Membumikan Literasi, Menumbuhkan Emas” berlangsung di Gedung Olah Bebaya Kompleks Kantor Gubernur Kaltim, Senin (27/10).

Peserta yang didominasi pelajar itu seringkali mendengarkan pemaparan dari dua narasumber, Ferry Curtis, seorang Musisi Literasi Nasional dan perwakilan Bank Indonesia Kaltim, Plt Kepala Unit Kehumasan Bank Indonesia, Fadhil Financia Islamiawan.

Ferry Curtis, mengawali dengan cara yang tak biasa. Dia tidak berceramah panjang, tapi dengan cara memainkan musik gitar dan puisi. Di atas panggung, Ferry memetik gitarnya sambil menyanyikan lagu yang lahir dari karya sastra puisi-puisi terbaik.

 

“Literasu bukan hanya tentang membaca teks, tapi juga mendengar, merasakan dan memahami makna,” ucap Ferry. “Karena keduanya memupuk empati, imajinasi, dan daya cipta. Sastra dan musik adalah dua bentuk bahasa rasa,” imbuhnya.

Pria yang lahir di Purwakarta, Jawa Barat itu menampilkan karya puisi Jacob Sumardjo. Kalimat demi kalimat dinyanyikan oleh Ferry yang kemudian memantik seri diskusi. 

“Setiap hari selalu kulalui, rumah kosong di sudut jalan, rumah-rumah kardus di sisinya,” begitu Ferry bernyanyi. Saat penonton diminta menjelaskan, beragam komentar mengemuka. Ferry senang dengan reaksi tersebut. Rata-rata, mereka menafsirkan puisi itu menggambarkan ruang kosong, baik secara fisik maupun batin. Tentang manusia yang kehilangan rumahnya. Atau mungkin, kehilangan makna sebagai manusia.

“Tapi, apapun tafsir teman-teman, ibu-ibu, ade-ade, sangatlah tepat. Meski saya sedikit berbeda,” tuturnya. Menurut Ferry, puisi itu sebagai gambaran sosial Indonesia hari ini. “Dan, jika Indonesia tidak ditopang dengan sumber daya manusia yang kuat, kita hanya akan menjadi ‘rumah kosong’. Dan pada akhirnya, visi generasi emas 2045 akan berjalan tertatih-tatih,” kata Ferry.

Rumah yang kokoh tak hanya digambarkan oleh strtukur bangunan, atap dan dinding. Tapi mental serta niat bauk untuk membangun. “Sebab, jika SDM-nya kuat (membaca), berpikir dan memahami, peta jalab menuju Indonesia emas bisa dilihat. Sebaliknya, jika mentalnya rapuh, akan seperti rumah kardus yang mudah roboh,” katanya.

Di Kaltim, lanjut dia, kelompok makanan, minuman, tembakau, dan biaya transportasi, menjadi faktor pendorong inflasi. “Nah, tapi bukan hanya pasokan saja yang memicu kenaikan harga. Permintaan yang berlebihan juga bisa menjadi penyebab. Biasanya dalam ilmu ekonomi, inflasi menarikan permintaan,” tuturnya.

Karena audiensnya didominasi para pelajar, Fadhil memberikan beberapa tips yang mudah untuk dipahami dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.** (Rilis’/BNN)

Leave a Response