Kolom Sosial Politik

Drama Kongkalingkong Elite Partai

200views

Oleh Budi Setiawan

HASIL Pemilu dan Pilpres 2024 telah memberikan sentakan politik yang hebat bagi masyarakat Indonesia. Koalisi Perubahan (Nasdem dan PKB, juga PKS) yang diawal deklarasi mengusung Anies Baswedan sebagai calon presidennya para pemimpinnya penuh semangat berkoar pentingnya perubahan, akhirnya terpaksa menelan kekalahan pahit dalam pertarungan politik melawan Koalisi Indonesia Maju (KIM).

Namun, ironisnya, bukannya menyerah dan menempatkan posisi dan menguatkan prinsip yang jelas, para elit partai ini (kecuali PKS yang masih menunggu) memilih untuk melangkah lebih jauh dalam permainan politik yang dimainkan rival koalisinya.

Pada saat konstituen mengharapkan mereka berdiri teguh dengan prinsip-prinsipnya, Nasdem dan PKB secara tiba-tiba mengubah arah angin politik.Kedua partai ini yang sebelumnya mengkritik dan menentang keras visi kampanye KIM, sekarang memeluk erat tawaran Prabowo dalam sebuah koalisi pemerintahan yang akan dirancangnya. Keputusan yang drastis dari keduanya didasari dalih “menjaga persatuan bangsa” dan “demi kesejahteraan rakyat Indonesia”. Namun, apakah alasan ini sejalan dengan ambisi politik yang lebih dalam?

Ketika dipanggil oleh kekuasaan dan rayuan manis dari pemerintah baru, sikap mereka berubah dengan cepat. Dengan alasan nasionalisme, mereka mengubah jalan oposisi mereka menjadi sejalan dengan calon penguasa. Pertanyaannya, seberapa jauh mereka akan melangkah demi mengamankan kepentingan politik mereka sendiri?

Dalam melihat fenomena ini, kita perlu menggali lebih dalam ke akar persoalan politik Indonesia. Kongkalikong politik yang dilakukan elite partai semestinya tidak semata-mata tentang menjaga persatuan bangsa atau kesejahteraan rakyat, tetapi tentang memperkuat posisi politik mereka sendiri. Mereka menggunakan narasi yang mulia untuk menyembunyikan motif politik yang jauh lebih kotor di balik layar.

Pada akhirnya, siapa yang menderita dalam drama politik ini? Tentu saja, itu adalah rakyat Indonesia yang mengambil posisi dan prinsip perubahan. Para elit partai, yang diawal kampanye mereka berjanji untuk menjadi suara rakyat dan memperjuangkan kepentingan mereka, telah mengecewakan dan menipu mereka dengan manuver politik yang tidak jujur. Konstituen mereka dibiarkan tersesat dan terbuang, sementara para elit memainkan permainan kekuasaan mereka.

Di panggung politik yang penuh intrik dan kepalsuan, para elit partai tampaknya telah menulis skenario baru untuk permainan kekuasaan. Dengan dalih mulia “menjaga persatuan bangsa” dan “demi kesejahteraan rakyat Indonesia”, mereka merangkul lawan politiknya dan meninggalkan konstituennya dalam kebingungan dan kekecewaan.*

Dalam sorotan yang tajam dan kritik pedas, kita harus menegaskan bahwa politik Indonesia membutuhkan oposisi. Tidak lagi bisa kita biarkan elite politik memainkan permainan mereka sendiri di atas kepala konstituennya. Kita harus menuntut akuntabilitas dan transparansi dalam tindakan mereka, dan kita harus menolak untuk menjadi korban dari kongkalikong politik mereka.

Saat menghadapi masa depan yang tak terduga, konstiuen harus bersatu menegakkan prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan. Konstituen harus menghargai kekuatan dirinya sebagai pemilih dan menuntut perubahan nyata dalam politik Indonesia. Dan kita harus mengingatkan para elit politik bahwa kekuasaan mereka berasal dari rakyat, dan mereka harus bertanggung jawab kepada rakyat yang mereka layani.

Dengan tekad yang kuat dan semangat yang tak tergoyahkan, mari bersama-sama menentang politik kongkalikong dan membangun masa depan yang lebih baik untuk Indonesia. Mari jadikan suara kita didengar dan keinginan kita diakui oleh para pemimpin kita. Baru setelah itu, mari kita bersatu sebagai satu bangsa, tanpa memandang perbedaan politik atau ideologi, untuk menciptakan masa depan yang lebih cerah bagi kita semua. *

* Budi Setiawan , pemerhati sosial politik alumnus FISIP Unpad, bermukim di  Kabupaten Subang, Jawa Barat.

Leave a Response