
Oleh Uten Sutendy**
“Saya Dedi Abah..!” kata KDM saat menemui orang tua tersebut. Si kakek menangis tersedu-sedu sambil memeluk tubuh sang gubernur. Ia merasa senang bisa melompat lagi dengan KDM
Seorang ibu setengah baya dari Jakarta langsung merangkul Kang Dedi Mulyadi (KDM) setelah keduanya melompat di halaman depan Gedung Pakuan, Rumah Dinas Gubernur Provinsi Jawa Barat di Jl. Otista Cicendo no 1 Kota Bandung. Sebelumnya, perempuan itu mengaku selama delapan jam menunggu di dalam mobil sambil mengintip kapan KDM pulang. Ia mengaku berasal dari daerah Tangerang yang sengaja datang jauh-jauh dari Jakarta hanya untuk bertemu dan ingin ber-poto bareng KDM.
“Ya ampuun ini nyata kan bukan mimpi, saya bisa ketemu kang Dedi, Ya Allah” teriak si ibu sambil memeluk KDM seperti ditayangkan dan viral di Chanel YouTube dan tiktok KDM.
Di sesi lain, ada rombongan warga ramai-ramai datang ke kediaman KDM di Kecamatan Dawuan, Subang. Mereka membawa aneka hasil bumi dari kampung masing-masing: pisang, singkong, kelapa, pete, jagung, dan lain-lain untuk diberikan kepada KDM.
“Kami ingin memberi sedikit oleh-oleh hasil panen kami kepada KDM. Kami sangat berterima kasih atas segala kebaikan Kang Dedi kepada warga. Baru kali ini kami orang Sunda merasa punya pemimpin,” kata salah dari anggota rombongan sebagaimana viral tayang di Tiktok.
Ada lagi seorang kakek yang berjalan kaki sambil membawa sepeda datang ke Kota Bandung hanya ingin bertemu KDM dan telah menunggu berjam-jam di halaman gedung Pakuan. Orang tua itu bercerita bahwa ia pernah mendapat bantuan uang dari KDM saat bertemu beberapa waktu sebelumnya. Namun si kakek sendiri sudah lupa wajan KDM seperti apa.
“Saya Dedi Abah..!” kata KDM saat menemui orang tua tersebut. Si kakek menangis tersedu-sedu sambil memeluk tubuh sang gubernur. Ia merasa senang bisa melompat lagi dengan KDM.
Cuplikan cerita di atas adalah sedikit contoh dari sekian banyak cerita dalam video viral yang menggambarkan potret kecintaan warga Jawa Barat terhadap KDM yang baru dilantik menjadi Gubernur Provinsi Jawa Barat.
KDM adalah salah satu figur publik paling populer di tanah air. Setiap ucapan dan tindakannya sebagai Gubernur Provinsi Jawa Barat selalu menjadi sorotan publik. Sampai ada sejumlah kelompok dan individu warga yang berkomentar di medsos meminta agar para gubernur, bupati, dan walikota dari daerah lain di Indonesia bisa mengikuti pola dan jejak kepemimpinan seperti yang dilakukan KDM. Ia juga diharapkan bisa menjadi role model bagi para kepala daerah di tanah air dalam mengimplementasikan berbagai kebijakan di daerah.
Setidaknya ada tiga faktor (selanjutnya saya sebut dimensi) yang melekat dalam dirinya, sesuatu yang membuat KDM terlihat unik, berbeda dari tokoh masyarakat lainnya, tapi juga dapat diterima (bisa diterima) oleh masyarakat bahkan menginspirasi banyak orang.
Dimensi pertama pribadi. KDM adalah tokoh Jawa Barat yang prestasinya di panggung politik cukup cemerlang. Sebelum menjabat gubernur, beliau adalah Bupati Purwakarta selama dua periode dan pernah menjadi anggota DPR- RI.
Selama menjadi politisi dan kepala daerah, KDM tampil berbeda dari umumnya pejabat publik di tanah air. Ia lebih berani, progresif, dan kreatif. Kekuatan dan kualitas pribadinya sangat menonjol hingga bisa mengalahkan jeratan baju politisi, jabatan bupati maupun sebagai pejabat gubernur. KDM mampu menunjukkan kepada publik bahwa apapun jenis jabatan dan sebesar apapun baju atau jubah kebesaran yang dikenakan tidak boleh atau jangan sampai menenggelamkan kekuatan ciri khas pribadi.
Bagi KDM jabatan adalah alat –bukan tujuan–untuk memfasilitasi kebutuhan pribadinya ketika hendak mengekpresikan nilai-nilai, pemikiran, dan sikap positif secara lebih kreatif untuk sepenuhnya dikontribusikan bagi kepentingan masyarakat dan negara. KDM adalah potret seorang pribadi pejabat negara yang sudah selesai dengan dirinya yang tak lagi menempati kehormatan panggung dan sanjungan tepuk tangan atas nama jabatan. Ia lebih banyak berada di tengah-tengah masyarakat yang sudah merasa jenuh dengan sikap formal sebagian besar para pejabat, dibandingkan duduk di kursi empuk di dalam ruang kantor ber-AC. Ia lebih sering mengenakan baju yang biasa dikenakan oleh rakyat biasa daripada memakai baju seragam jabatan.
Bahasa komunikasi yang ia gunakan saat berdialog dengan siapa pun adalah juga bahasa rakyat yang mengandung isarat pesan luhur dari dan untuk rakyat. Ia tidak memerlukan basa-basi, juga memerlukan pengawalan dan aturan protokoler saat berkunjung ke suatu tempat bertemu rakyat. Turun ke sungai berbaur dengan rakyat membantu membersihkan sampah tanpa perlu ada-rapat koordinasi terlebih dahulu dengan pihak instansi terkait. Ia tidak peduli meskipun hal itu beresiko harus beradu mulut bahkan hampir adu jotos dengan warga yang kurang setuju dengan langkah-langkah kebijakannya atau dengan warga yang tidak mematuhi aturan. Sepanjang hal itu dianggap penting dan dibutuhkan oleh banyak orang, ia bisa mengambil tindakan apa pun langsung di lapangan saat itu juga. Aturan sosial bisa dibuat menyusul disesuaikan dengan tujuan yang sungguh-sungguh untuk membantu rakyat.
Baginya jabatan formal yang melekat dalam dirinya harus tunduk dan patuh kepada kekuatan rasa cinta kepada rakyat, tunduk pada pemikiran, gagasan, kreativitas dan sikap pribadi yang positif. Ibarat pakaian yang melekat pada tubuh seseorang, bukan bentuk, model, dan warna pakaian bagus yang bisa membuat seseorang terlihat tampan, cantik, dan hebat, melainkan kehebatan, ketampanan, dan kecantikan seseorang itu terletak pada kualitas pikiran, hati, ahlak mulia, dan karya seseorang dalam kehidupan nyata.
Begitulah cara pribadi KDM memaknai baju jabatan yang diberikan rakyat kepadanya.
Spiritualisme dimensi kedua. Tak ada yang meragukan jika KDM itu seorang muslim yang taat sebagaimana umumnya warga Jawa Barat. Lahir dari keluarga muslim sederhana yang taat beragama kemudian tumbuh sebagai aktivis di lingkungan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang sangat aktif belajar dan menggelorakan semangat sikap kritis di kalangan kaum muda Islam. Latar belakang Organisasi Islam yang ditumpanginya membuat KDM setidaknya mengetahui banyak tentang ajaran dan tradisi Islam.
Sempat memang ada beberapa kelompok dan individu– karena kedangkalannya dalam berfikir dan memahami nilai-nilai Islam– mempersoalkan status keislaman KDM hanya karena ia memiliki cara pandang dalam mengekpresikan nilai -nilai Islam yang berbeda dengan kebanyakan kaum agamis. Ia jarang terlihat mengenakan busana muslim atau berpidato dengan bahasa agama dengan banyak mengutip ayat Al-Qur’an dan Al-Hadist.
KDM justru ingin memberi contoh kepada banyak orang termasuk kepada kelompok non-muslim bahwa cara ber-Islam yang utama dan pertama (first thing first) adalah dengan contoh perbuatan nyata bukan dengan ucapan dan penampilan. Ia berbagi tanpa henti tanpa memandang bulu dan tak perlu juga menggunakan resolusi sedekah. Ia membantu orang-orang yang tidak perlu melihat dulu dari latar belakang kelompok suku, pengikut partai politik, atau kelompok penganut agama. Ia mengamati dan memusatkan hati di hadapan para orang tua tanpa harus mencari referensi dalil-dalil agama normatif. Ia membangun masjid dan tempat ibadah tanpa harus diiringi dengan khotbah tentang ajakan bertakwa dan bertoleransi di atas mimbar. Ia mencintai lingkungan alam dan mengindahkan pepohonan dengan caranya sendiri tak peduli dengan hujatan dan tuduhan musyrik yang dialamatkan kepadanya. Ia sangat yakin bahwa mencintai lingkungan adalah bagian terpenting dari ajaran luhur Islam.
Semua itu ia lakukan atas dasar kesadaran akan nilai-nilai spritualisme Islam, nilai-nilai luhur ajaran Islam di tengah-tengah banyak orang senang berjualan agama. Juga atas dasar kesadaran bahwa dalam soal beragama yang penting bukan sekadar bisa menjalankan ritual agama secara rutin di masjid atau gereja melainkan menjalankan praktik sikap keberagamaan dalam kehidupan nyata sehari-hari (religiusitas), juga tanpa harus berhitung mengenai perolehan jumlah pahala dan pertimbangan bisa masuk surga atau neraka.
Dimensi ketiga ke- Sundaan. Sebagai tokoh orang Sunda KDM mencoba mengajak dan memberi contoh mengenai cara memahami dan memaknai idiom Sunda secara lebih luas, mendalam dan substantif, yakni Sunda sebagai nilai-nilai luhur peradaban umat manusia, sebuah cara pandang yang sudah lama dilupakan oleh kebanyakan orang Sunda sendiri dimana pemahaman Sunda selama ini sering hanya dipahami dan diidentikkan sebatas definisi suku, etnis, bahasa, dan seni budaya.
.
Sunda sesungguhnya cahaya nilai-nilai dari Yang Maha Agung (Dalam bahasa Sansekerta , Sun=cahaya, Da= Agung) yang merupakan ibu atau cikal bakal dari peradaban umat manusia. Ajaran Sunda lah yang mengajarkan konsep keseimbangan hidup dengan alam dan cara berserah diri manusia di hadapan Sang Pencipta dan alam semesta.
Jika KDM sempat menangis saat melihat gunung dan hutan yang telah dirusak oleh sekelompok orang tak bertanggung jawab, itu karena ia mengerti bahwa hutan dan gunung adalah sumber kehidupan dan pepohonan yang tumbuh di dalamnya adalah penangkal dari segala penderitaan umat manusia (dalam bahasa Sunda pohon disebut juga tangkal, asal kata dari penangkal).
Tentu saja KDM paham makna kalimat- kalimat sakral dalam tradisi orang Sunda seperti, “lamun leuweung hejo urang bisa ngejo (kalau hutan hijau kita semua bisa menanak nasi).
Atau kalimat sakral dari Sunda Buhun (Baduy): “gunung ulah dipugar lebak ulah diurug. Nu panjang ulah dipotong nu pendek ulah di panjangkeun. Nu enya dienyakeun nu henteu dihenteukeun (gunung jangan dirusak, lembah jangan diurug, yang panjang jangan dipotong yang pendek jangan dipanjangkan. Yang iya di-yakan yang tidak di-tidakan).
Beberapa kalimat di atas adalah sebagian kecil contoh dari sekian banyak ajaran bertuah yang ada dalam tradisi ajaran Sunda yang intinya adalah ajaran dan pesan bahwa setiap orang harus menjaga keseimbangan dan melestarikan alam lingkungan serta berani bertindak tegas terhadap siapapun yang merusak alam.
Dengan sikap hidup KDM yang konsisten dalam mempraktekkan ajaran Sunda dalam kehidupan sehari-hari, sesungguhnya ia ingin menegaskan bahwa begitulah seharusnya cara menjadi orang Sunda dan menjadi seorang pemimpin rakyat dan daerah.
Akhirnya kita mengerti dengan tiga dimensi yang diperlihatkan dan viral selama ini, bahwa KDM bukan sebatas seorang pribadi muslim Sunda yang sedang menjalankan tugas menjadi gubernur, melainkan lebih dari itu ia telah menjadi simbol kekuatan baru di negeri ini yang sedang memancarkan dan memancarkan cahaya ke seluruh penjuru nusantara dan dunia, sebuah cahaya yang berisi pesan kuat dan luhur. Yaitu, para pemimpin negara, dan para kepala daerah di Nusantara dan dunia bukan hanya memiliki tanggung jawab mengatur kehidupan umat manusia saja tetapi juga bertanggung jawab dalam mengatur, menata, dan memelihara kelestarian ekosistem kehidupan alam sebagaimana yang dilakukan dan dicontohkan oleh para leluhur dan sesepuh bangsa ini. Wassallam Dapatkan sensasinya **). (Uten Sutendy seorang budayawan Tangsel)