KOLOM MEDIA LAWAS

Selamat Tinggal Masa Remaja: Kisah Cinta, Pilihan, dan Pendewasaan

485views

Oleh: Kin Sanubary

SundaNews (23/7/2025). Pada awal dekade 1980-an, perfilman Indonesia menghadirkan sebuah karya yang menggugah perasaan generasi muda: Selamat Tinggal Masa Remaja. Film drama remaja ini bukan sekadar kisah cinta, tetapi cermin dari kegelisahan dan pencarian jati diri anak muda di tengah himpitan nilai-nilai sosial dan keluarga.

Disutradarai oleh Frank Rorimpandey dan diproduksi oleh PT Exotica Film Prod. dengan produser Agoes Soeroso, film berdurasi 104 menit ini diangkat dari novel laris karya Eddy D. Iskandar, nama yang saat itu sudah identik dengan literatur remaja penuh warna emosi. Diperankan oleh dua bintang muda paling bersinar di zamannya, Rano Karno dan Kiki Maria, film ini menjadi salah satu ikon sinema remaja Indonesia tahun 1980.

Cinta di Persimpangan: Ketika Hati Tak Sepenuhnya Merdeka

Cerita berpusat pada Fitria (Kiki Maria), seorang gadis remaja yang lembut dan penurut. Hidupnya berubah drastis ketika ayahnya memutuskan untuk menjodohkannya dengan Seto (Mangara Siahaan), seorang calon dokter yang mapan dan penuh wibawa. Padahal, hati Fitria telah lama berlabuh pada Andika (Rano Karno), pemuda sederhana namun tulus mencintainya.

Kisah cinta ini tak berjalan mulus. Hadirnya Soni (Tino Karno), sosok yang juga mencintai Fitria dan merasa tersingkir, memperkeruh suasana. Pertarungan emosi pun berubah menjadi pertarungan fisik, saat konflik cinta segitiga ini mencapai puncaknya.

Namun akhir cerita tidak seperti drama romantis kebanyakan. Fitria akhirnya menikah dengan Seto, bukan karena cinta, melainkan karena kehendak keluarga. Tapi justru dalam pernikahan yang awalnya tanpa cinta itulah Fitria belajar mengenali kedewasaan, kesabaran, dan cinta yang tumbuh perlahan. Seto bukan sekadar pria pilihan orang tuanya, ia adalah seseorang yang mampu mengajarkan makna cinta sejati.

Atmosfer 1980-an: Antara Musik, Mode, dan Norma Sosial

Daya tarik Selamat Tinggal Masa Remaja tidak hanya terletak pada ceritanya yang kuat dan dekat dengan realita banyak remaja kala itu. Kehadiran para pemeran pendukung seperti Ita Mustafa, Sukarno M. Noor, Tuty Kirana, Pria Bombom, dan Charlie Sahetapy turut memperkaya film ini secara emosional.

Musik yang digarap oleh Paul August Lie memberi warna khas era 1980-an, mendukung suasana sentimental dalam setiap adegan. Sementara itu, penyuntingan oleh Rizal Asmar berhasil menjaga alur cerita tetap mengalir dan menyentuh.

Film ini juga merekam dinamika sosial masa itu, ketika peran orang tua sangat dominan dalam menentukan arah hidup anak, dan cinta kerap harus bertekuk lutut pada restu keluarga.

Lebih dari Sekadar Film Cinta

Selamat Tinggal Masa Remaja adalah potret perjalanan menuju kedewasaan, di mana cinta, pilihan, dan pengorbanan saling berkelindan. Ia bukan sekadar film remaja biasa, tapi warisan sinema yang mampu merekam denyut zaman, ketika anak muda masih belajar memahami perasaan, dan hidup masih digerakkan oleh harapan serta kewajiban yang tak selalu sejalan.

Empat dekade telah berlalu, namun pesan film ini tetap relevan. Ia mengingatkan kita bahwa pendewasaan bukan datang dari usia, melainkan dari luka, keputusan, dan keberanian untuk menerima kenyataan, seberapa pun pahitnya. *

* Kin Sanubary, kolektor, pendiri dan pengelola Rumah Media Lawas, penerima Penghargaan PWI Jawa Barat 2023 bidang pelestari media massa nasional, bermukim di Kabupaten Subang, Jawa Barat.

Leave a Response