“NDCS” Harus Berpihak Kepada Kelompok Rentan
intisari yang disampaikan oleh Farhan Helmy, Presiden Pergerakan Disabilitas dan Lanjut Usia (DILANS) Indonesia pada Dialog, "Climate Cafe on NDCs" di GoodLife Cafe, Bandung
KOTA BANDUNG, BANDUNGPOS– Inilah intisari yang disampaikan oleh Farhan Helmy, Presiden Pergerakan Disabilitas dan Lanjut Usia (DILANS) Indonesia pada Dialog, “Climate Cafe on NDCs” di GoodLife Cafe, Bandung, kemarin. Dialog yang menghadirkan sekitar 50 peserta menghadirkan narasumber lainnya: Retno Gumilang Dewi (FTI-ITB), Mirella Salvatore (FAO) dan Ratnasari (CBIT Indonesia). Dialog yang dipandu Arifah Handayani, Climate Reality Indonesia berlangsung dengan suasana terbuka dan menampung banyak pemikiran dari para aktivis yang bergerak di akar rumput.
Dalam tampilan singkatnya yang disertai bahan paparan singkat yang komprehensif, Farhan menyatakan bahwa hampir semua dokumen yang disubmisikan ke UNFCCC: 1st Nationally Ditented Contributions (NDCs, 2016), Update NDC (2021) serta Long Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience (LTS- LCRR, 2021) 2050 tidak merefleksikan apa yang menjadi perhatian masyarakat sipil sejak lama.
Perhatian yang kemudian disampaikan melalui surat terbuka yang kepada Menteri KLHK Siti Nurbaya oleh 32 Organisasi Masyarakat Sipil , “Lindungi Rakyat Indonesia Hari ini dan Esok: Pastikan Partisipasi Bermakna dalam Penyusunan Komitmen Iklim Indonesia (2nd NDC)”. Pentingnya NDC ke-2 melibatkan kelompok rentan yang luas untuk mendorong berbagai rencana aksi berbasis komunitas yang partisipatif.
DILANS Indonesia sangat berkepentingan pada dampak krisis iklim pada warga yang berjumlah sekitar 50 juta orang di Indonesia, dan jumlah lebih dari 1,5 Milyar orang di dunia. Dampak yang dirasakan langsung antara lain bencana hidrometeorologis (banjir, suhu perkotaan, penyakit), dan berbagai gangguan yang memicu krisis iklim. Ragam kedisabilitasan akan memperparah kondisi keseharian yang menghadap.
Transformasi pembangunan rendah emisi harus dimaknai sebagai transisi yang adil, konsisten dijalankan, serta mengedepankan “penciptaan nilai” dan bukan “ekstraksi nilai”.
Pemerintahan baru, DPR/D, DPD (2025-2029) serta Pilkada serentak 2024 merupakan momentum untuk mengomunikasikan isu-isu krisis iklim, keinginan dan inklusi sosial. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus mendorong “pembiayaan berkelanjutan” inklusif agar perubahan perilaku mobilisasi sistemik dan melembaga. ( RM/BNN)