Oleh Ridhazia
Polantas kerap menjadi target kamera publik selama menjalankan tugas lapangan. Terutama melalui liputan kamera tubuh atau HP yang terpasang pada kendaraan terkait perilaku menyimpang secara etik dan hukum oleh polantas.
Lalu publik menyebarkan hasil liputan rahasia itu ke medsos sebagai kontrol sosial. Atau melalui langsung dikirimkan ke #PercumaLaporPolisi. Publik berharap bisa menekan perilaku menyimpang aparatur negara.
Kamera Tubuh
Sejak 2022 Kapolri Jenderal Listyo Sigit tak kalah ide. Ia menggagas pemakaian kamera khusus yang wajib dipasang pada seluruh tubuh (worn camera) anggota polisi selama dalam penugasan. Antara lain reserse, satuan lalu lintas, sabhara, binmas, dan brimob.
Ide ini untuk menekan perilaku melanggar etika dan hukum. Bahkan memeras dan pungutan liar atau melakukan kekerasan serta tindakan arogan.
Perbaikan internal Polri ide cerdas untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam penugasan. Selain untuk bukti dan alasan penghargaan atau hukuman.
Hasil Riset
Saya tidak menemukan hasil riset penggunaan kamera pengawas terhadap perilaku polisi di Indonesia.
Kalau di Amerika mumpuni. Di antaranya penelitian berjudul “Evaluating the Effects of Police Body-Worn Cameras: A Randomized Controlled Trial” (2017) menunjukkan penggunaan kamera tubuh pada 12.000 polisi di Washington, D.C. tidak mengurangi jumlah kekerasan aparat dan jumlah komplain publik atas ulah negatif polisi.
Tapi jumlah aparat yang nakal juga tidak bertambah sebagaimana ditemukan pada penelitian lain berjudul “Body-Worn Cameras in Policing: Benefits and Costs” (2021) bahwa rata-rata kamera tubuh memang menekan angka kebrutalan polisi, tapi hanya 10 persen.
Riset berjudul “Body-Worn Cameras and the Courts: A National Survey of State Prosecutors” (2016) masih di Amerika melaporkan bahwa 92,6 persen kebijakan kamera tubuh di aparat penegak hukum malah digunakan sebagai bukti menjerat warga.
Sebagian kecil saja atau hanya 8,3 persen yang menggunakan rekaman kamera tubuh oleh penegak hukum untuk menjerat sang petugas. *
* Ridhazia, dosen senior Fidkom UIN Sunan Gunung Djati Bandung, jurnalis dan kolumnis, pemerhati psikologi dan komunikasi sosial politik, bermukim di Vila Bumi Panyawangan, Cileunyi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.




