Bandung, BANDUNGPOS.ID – Sertifikasi atau lisensi pelatih menjadi hal krusial bagi setiap cabang olahraga. Dan hal ini disikapi dengan antusias oleh Ketua Umum Pengprov Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia (Perbasi) Jawa Barat Efriyanto.
Menurutnya orang yang berpengalaman tapi tidak dilengkapi oleh sertifikasi/lisensi itu jelas tidak tervalidasi. Menyangkut hal tersebut, di cabor bola basket sendiri telah dilakukan seleksi secara terbuka.
Seleksi secara terbuka tentunya merupakan salah satu syarat, dan yang diutamakan adalah syarat administrasi. Kartu Keluarga (KK) dan KTP nya harus dilengkapi. Kalau syarat administrasi tidak memenuhi syarat, otomatis tidak bisa mengikuti tahapan berikutnya.
“Nah itu yang dilakukan di cabor saya, bola basket. Artinya saya setuju bila pelatih harus dilengkapi dengan sertifikasi atau lisensi,” ujar Efriyanto dalam satu perbincangan di Bandung, Rabu (20/9/2023).
Lisensi ini – menurut Efriyanto, memiliki jenjang. Ada lisensi C ada lisensi B dan ada lisensi A. Lisensi C khusus untuk pelatih tingkat kabupaten/kota, lisensi B bisa untuk kabupaten/kota dan provinsi. Sedangkan untuk lisensi A bisa untuk kota/kabupaten,provinsi dan nasional.
“Hal itu bisa menjadi tolok ukur. Kalau misalkan lisensi itu tidak ada bagaimana pelatih itu bisa mendiklear bahwa saya bisa melatih secara nasional. Bagaimana pelatih itu bisa mendiklear bisa melatih secara provinsi,” ujar Efryanto.
Kalau ada sertifikasi atau lisensi, tentu bisa menjadi tolok ukur dimana mereka pernah mengikuti seleksi atau pernah mengikuti pelatihan-pelatihan .
“Di era kepengurusan saya di Perbasi, lisensi untuk pelatih dan wasit telah dijalankan. Bahkan waktu itu kami, Perbasi Jabar ditahun 2022, bekerjasama dengan Dispora Jabar melakukan sertifikasi. Dan alhamdulilah kita mendapatkan dana hibah dari Dispora untuk melakukan peningkatan lisensi. Yang tadinya lisensi C menjadi lisensi B. Jadi dimasa kepengurusan saya, hal seperti itu kami jalankan,” ungkap Efriyanto.
Efriyanto mengatakan, tahun ini Perbasi Jabar menjalankan program lisensi wasit, khususnya 3X3. Karena dulu wasit 3X3 itu menggunakan wasit 5on5. Jelas disitu ada regulasi berbeda. Oleh karena itu Perbasi Jabar membuat sertifikasi khusus untuk wasit yang ada di 3X3.
“Dari secara pribadi saya sampaikan bahwa sesuatu yang teradministrasi dengan baik itu ujung-ujungnya akan menjadi tolok ukur cabor tersebut profesional atau tidak dalam kepengurusannya,” ujarnya.
Efriyanto menuturkan, dicabor bola basket itu telah dilakukan seleksi secara terbuka. Tidak ada istilah saudara si anu menjadi pelatih. Tidak ada lagi atlet yang anaknya si anu menjadi atlet, karena mereka harus memenuhi syarat, baik secara fisik maupun secara administratif.
“Nah himbauan saya kepada cabor lain bisa melakukan hal yang serupa. Harus memiliki tolok ukur yang memang bisa diukur secara pasti. Kalau tidak ada ukuran secara pasti tentunya kita tidak bisa mengevaluasi mana yang baik dan mana yng tidak baik. tapi tentunya saya juga tidak bisa mendikte karena itu menjadi ranahnya masing-masing cabor,” papar Efriyanto. (den)