
Oleh: Kin Sanubary
SETIAP generasi memiliki kenangan tersendiri tentang film cinta yang membekas di hati. Pada dekade 1980-an, layar perak Indonesia menghadirkan sebuah drama yang begitu menggugah hingga namanya tetap diingat hingga kini: Di Sini Cinta Pertama Kali Bersemi.
Tahun 1980, film karya sutradara legendaris Wim Umboh ini hadir di bioskop. Diadaptasi dari novel populer Mira W., film ini menampilkan jajaran bintang besar seperti Roy Marten, Widyawati, Chris Salam, Dina Mariana, dan Awang Darmawan.
Kisahnya dimulai dari masa remaja Leo (Chris Salam) dan Melia (Dina Mariana) yang saling jatuh cinta sejak SMP. Namun perjalanan mereka terhenti ketika Leo dikirim ayahnya ke Sydney, sementara Melia harus pindah ke Bandung. Waktu memisahkan mereka.
Empat tahun berselang, kali ini Leo diperankan oleh Roy Marten kembali ke tanah air. Di bandara, ia bertemu kembali dengan Melia dimainkan oleh Widyawati. Cinta lama bersemi lagi, namun jalan mereka justru semakin terjal. Melia hamil, sementara ayah Leo menentang hubungan itu. Demi menjaga nama baik, Melia dinikahkan dengan Ridwan dimainkan oleh Awang Darmawan, rekan bisnis keluarga Leo.
Ridwan ternyata pria dingin, penuh tipu daya, dan memiliki sisi gelap sadomasokis. Hidup Melia berubah menjadi neraka. Sementara itu, Leo yang patah hati larut dalam dunia malam Sydney, tenggelam dalam minuman dan pelukan seorang pelacur tua. Namun dendam terhadap Ridwan tak pernah padam.
Ketika mengetahui bisnis gelap Ridwan berupa penyelundupan mobil, Leo menyusup ke lingkarannya. Ia berusaha merebut kembali Melia, tetapi luka yang terlalu dalam membuat Melia merasa harga dirinya kembali dipermainkan.
Konflik memuncak ketika Ridwan tahu bahwa Ari diperankan oleh Ryan Hidayat, anak yang dibesarkannya, bukan darah dagingnya. Dengan kejam ia membuang sang anak ke keluarga berantakan. Cinta Leo dan Melia pun makin jauh dari kebahagiaan.
Pada akhirnya, Melia memilih jalan sunyi di biara, mencari ketenangan setelah perceraian. Leo, yang cintanya tak pernah padam, berusaha menemui Melia kembali. Penolakan demi penolakan ia terima, hingga akhirnya ia datang bersama Ari, anak yang menjadi penghubung takdir mereka. Saat itulah hati Melia perlahan luluh.
Film berdurasi 144 menit ini bukan sekadar drama percintaan. Ia memadukan romansa, konflik keluarga, dendam, hingga kritik sosial, dibalut musik indah gubahan Sudharnoto yang menggetarkan hati.
Lebih dari empat dekade kemudian, Di Sini Cinta Pertama Kali Bersemi masih terasa relevan. Ia mengingatkan kita bahwa cinta pertama, betapa pun rapuh dan sederhana, bisa meninggalkan jejak terdalam, sanggup menantang waktu, keadaan, bahkan takdir itu sendiri.
Lebih dari sekadar film, karya Wim Umboh ini adalah potret cinta yang diuji oleh luka dan jarak, namun tetap bersemi dengan cara yang tak terduga, meninggalkan kesan abadi di hati penontonnya.*
* Kin Sanubary, kolektor, pendiri dan pengelola Rumah Media Lawas, penerima Pemghargaan PWI Jawa Barat 2023 kategori pelestari media massa nasional, bermukim di Tanjungwangi Kabupaten Subang, Jawa Barat.





