
Air Mata Marah
Oleh Uten Sutendy
Berkali-kali kami berkata, menulis, dan berteriak lantang.
“Kalian jangan sombong memiliki pangkat dan jabatan di tengah ketimpangan dan ketidakadilan. Semua itu sangat menjijikan dan membuat kami muak.”
Berkali kali-kali pula kami berpidato di bawah terik matahari dalam kehausan.
“Jangan pamerkan kekayaan dan gaya hidup borjuis-elitis di ruang publik di tengah himpitan kemiskinan dan kelaparan. Semua itu membuat hati kami tersayat-sayat, perih.
Berkali kali juga kami mengingatkan lewat puisi yang ditulis dalam kesunyian malam.
“Jangan mengumbar tertawa dan tersenyum sinis di tengah kenaikan harga barang dan aneka kewajiban pajak. Semua itu membuat hati kami tertekan.
Tapi, sampai hari ini kalian masih tetap tampil pongah, berjarak dengan kami sambil memamerkan baju pangkat, padahal pangkat itu kami yang beri.
Kalian tetap tuli dan buta membiarkan aspirasi dan tuntutan kami agar tikus -tikus neger dihukum berat dan rampas asetnya malah disepelekan, bahkan kalian tidak menyentuh apalagi palu diketuk.
malah kalian berjoget berpesta pora dalam kemewahan fasilitas dan macam – macam izin melangit seolah kalian sudah bekerja keras dan berprestasi untuk kami.
Sekarang, kami tak bisa lagi berkata dan menulis. Tangan kami semakin gemetar dan penglihatan mata kami semakin rabun tertutup oleh air mata.
Bukan lagi air mata kesedihan dan ketakberdayaan, melainkan air mata kemarahan.
Kami adalah rakyat yang tertindas dan terlindas.
Kemarahan kami sudah berubah menjadi kumpulan bara api yang menyebar
Berubah menggunakan menjadi parang tajam menghunus yang siap dikurung.
Berubah menjad mata air yang mengalir deras ke semua sudut kota dan kampung, menyatu menjadi air bah yang siap menerjang tanggul-tanggul kesombongan dan keangkuhan.
Jangan salahkan kami jika api akan terus membara, pedang tetap terhunus, dan air bah akan datang menerjang siapapun dan apapun yang menghalangi aliran mengungkapkan hati kami.
Sekali lagi, jangan salahkan kami jika kemarahan kami sudah menjadi api, parang dan air bah.
Kalianlah yang memulai!
Dapatkan perasaan
Tuan Sepuluh