Kolom Sosial Politik

“Ganti Gigi” atau “Cabut Gigi”?

33views

 

Oleh: Budi Setiawan

PERNYATAAN Mensesneg Prasetyo Hadi yang menyebut pergantian lima menteri di kabinet, utamanya Menteri Keuangan, Sri Mulyani, “bukan mundur, bukan dicopot” melahirkan teka-teki politik yang lebih rumit daripada penjelasan. Alih-alih memberi kejelasan, kalimat itu menghadirkan ruang kosong yang sengaja dibiarkan mengambang.

Setiap kata dalam politik memang tidak pernah netral; ia adalah senjata. Dalam kasus ini, diksi dipakai untuk membentuk persepsi publik tanpa harus menyentuh fakta yang sesungguhnya.

Secara sederhana, publik hanya mengenal dua istilah: “mundur” atau “dicopot”. “Dicopot” jelas berkonotasi pemecatan, tindakan sepihak dari Presiden, biasanya karena alasan ketidakpercayaan. Sedangkan “mundur” berarti inisiatif pribadi, langkah sukarela yang terkesan lebih terhormat. Dengan menolak dua istilah itu sekaligus, Mensesneg ingin menutup pintu spekulasi: tidak ada sanksi dari Presiden, tetapi juga tidak ada kehendak pribadi dari Sri Mulyani.

Lalu apa yang tersisa? Ya, sekadar istilah “diganti”. Kata yang netral, tanpa muatan emosional, tanpa sebab-akibat yang jelas. Kalau mau diperhalus, bisa disebut reshuffle—perombakan kabinet. Padahal, publik tahu, reshuffle jarang lahir dari ruang hampa. Selalu ada pertimbangan politik, tarik-menarik kepentingan, bahkan ketegangan di lingkar kekuasaan.

Di titik inilah eufemisme politik bekerja. Dengan kalimat “bukan mundur, bukan dicopot”, pemerintah berusaha mengemas pergantian itu seolah-olah bagian dari manajemen rutin. Citra stabilitas tetap terjaga, retakan di dalam kekuasaan bisa ditutup rapat. Publik dipaksa menerima narasi resmi: ini hanya pergantian biasa, tidak ada drama.

Padahal justru di sanalah drama itu terasa. Pernyataan Mensesneg bukanlah kekeliruan linguistik, melainkan manuver retoris. Ia menyingkirkan dua tafsir paling logis dan mendorong kita menerima tafsir ketiga yang steril dari konflik. Pertanyaannya: benarkah pergantian itu sesederhana “ganti gigi,” atau sebenarnya ada gigi yang memang sengaja “dicabut”? Pada akhirnya, logika pejabat kita yang gemar memainkan kata membuat publik semakin kehilangan akal sehat politiknya.

        * Budi Setiawan, pemerhati sosial politik alumnus FISIP Universitas Padjadjaran Bandung, mantan jurnalis senior ibukota. 

Leave a Response