Kolom Sosial Politik

Politik SANG UHUUY….

329views

 

Oleh Ridhazia

Komeng, sang komedian diberitakan unggul sementara sebagai bakal kandidat DPD (Dewan Perwakilan Daerah) menurut perhitungan real count Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Meski tidak pernah berkampanye semisal pasang baligo, suara yang memilihnya jauh mengungguli kandidat lain untuk DPD asal Jawa Barat. Setidaknya sudah mengumpulkan 193.189 suara (8,32%) mewakili penduduk Jawa Barat

Komedian Spontan dengan jargon “Spontan… Uhuuyy!!” itu tampil beda. Pose fotonya yang jenaka dan tak biasa di surat suara dengan ekspresi muka khasnya yang penuh komedi kepalanya juga sengaja dimiringkan telah menarik perhatian publik pendukungnya. Termasuk saya.

Fenomena politik komedian di gedung parlemen sebagaimana bakal dialami Komeng mengingatkan pada komedian yang kini menjadi Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.  Kecerdasannya menggunakan komedi dan kata-kata mengundang tawa telah menciptakan gagasan politik yang membawanya ke posisi terhormat sebagai kepala negara di benua Eropa.

ISITAS!

Sebagaimana pengakuannya kepada media, Komeng mengatakan rahasia menjadi politisi itu bukan hanya berbekal popularitas dan elektabilitas, juga ISITAS. Ia membenarkan yang dimaksud adalah isi tas yakni modal uang untuk membiayai seluruh aktivitas politik.

Barangkali ini pula yang menjadi alasan Komeng yang pernah menjadi bintang iklan bersama pembalap Valentino Rossi (2023) mengajukan penambahan nama dari nama lahirnya “Alfiansyah” menjadi “Alfiansyah Komeng” ke Pengadilan Negeri Cibinong untuk mendongkrak popularitasnya.

Dan, ternyata nama panggung Komeng itu belum setahun digunakan cespleng untuk meraup suara publik. Selain sebelumnya ia juga serius meraih gelar sarjana ekonomi dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Tribuana Bekasi dengan meneliti “Pengaruh Disiplin dan Pemberdayaan terhadap Profesionalisme Anggota Persatuan Seniman Komedi Indonesia Jawa Barat” yang mengantarkannya sebagai seorang akademisi bergelar SE.

Komedi Politik

Komedi itu jenis komunikasi tidak hanya menghasilkan tawa dan hiburan. Jika memilih berpolitik ia berpeluang menjadi komunikator politik karena keterampilan menyuarakan realitas sosial dan kritik sosial dengan cara tertawa. Bukan dengan kekuatan dan kekerasan.

Hal ini berkesuaian dengan pernyataan komedian populer dari Amerika Serikat Dylan Brody : ” I think satire is one of the most powerful tools we have to affect the way people think. When people laugh at something, they believe that it is true, and they give their implicit stamp of approval to whatever it is that they’ve laughed at.”

Diilmiahkan…

Studi tentang hubungan di antara komedi dan politik telah menjadi pusat perhatian sejumlah peneliti. Terutama komedi satir politik untuk menguraikan kekuasaan sebagai penghambat proses demokrasi. Acara stand-up comedy di Indonesia pun kini sudah diilmiahkan oleh para akademisi.

PewResearch Center for the People and the Press pada tahun 2002 (di dalam Young dan Tisinger 2006) malah menemukan fakta kalau 21 persen anak muda (18-29 tahun) yang memperoleh informasi tentang kampanye politik dari komedi The Daily Show dan Saturday Night Live.

Cikal bakal komedi politik sudah ada sejak era Yunani Kuno. Aristophanes (446-386) dicatat dalam sejarah sebagai perintis komedi dunia. Ia terkenal karena menulis karya-karya drama dengan genre komedi politik. *

* Ridhazia, dosen senior Fidkom UIN Sunan Gunung Djati, jurnalis dan kolumnis, pemerhati psikologi dan komunikasi sosial politik, bermukim di Vila Bumi Panyawangan, Cileunyi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Leave a Response