Oleh Ridhazia
Lebaran baru usai. Tapi belum juga ada berita Megawati salaman dengan Jokowi sejak hubungan kedua tokoh PDIP dikabarkan retak.
Padahal momen Idul Fitri ini sangat baik dan menginspirasi jika rujuk untuk mengakhiri konflik. Dan bagi rakyat kebanyakan relasi hangat kedua tokoh politik ini sangat ditunggu.
Bermaafan itu meneladani. Juga menginpirasi kalau dalam politik tidak perlu ada permusuhan abadi.
Karangan Bunga
Ketika Jokowi mengirimkan karangan bunga untuk Megawati yang berulang tahun ke 77 pada Selasa (23/01). Dan tertulis “Selamat ulang tahun Ibu Megawati Soekarnoputri. Dari: Presiden Joko Widodo” yang semula bisa mencairkan kebekuan ternyata dianggap sepi. Pihak-pihak kubu Megawati dan Jokowi memilih tutup mulut.
Superior
Sikap dingin Megawati bukan kali ini saja. Sebelumnya ia kerap merendahkan kadernya dengan sebutan ” Si Kerempeng”. Posisi RI-1 pun sebatas sebagai “petugas partai”.
Keserupaan sikap pernah dilakukanya kepada mantan menteri sekaligus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Hingga sekarang kedua mantan kepala negara tidak menunjukkan kehangatan relasi pribadi.
Banyak yang menduga memposisikan sebagai seorang superior sangat beralasan. Putri Bung Karno bukan saja sebagai pemimpin PDIP yang berkuasa era reformasi, sekaligus menganggap dirinya masih di atas segalanya karena berpengalaman sebagai presiden.
Kepuasan
Tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Jokowi masih di atas 50%. Sentimen positif tersebut juga diterima media internasional. Wajah sang presiden pernah menjadi sampul depan majalah terkemuka Time, dengan judul utama ‘A New Hope’ atau sebuah harapan baru.
Sejumlah media asing memberi julukan kepada Jokowi sebagai Obama dari Jakarta, Mr. Fix – pemimpin yang bisa memperbaiki semua hal, dan The man in the Madras Shirt (pria dengan kemeja kotak-kotak).
Fakta ini bisa menjadi alasan untuk Megawati tidak baperan dengan kadernya yang telah dua kali menjadi presiden. Kesejatian seorang nasionalis cukup baginya mementingkan kebangsaan dan kenegaraan bukan perasaan kewanitaannya yang kerap subyektif dan fluktuatif. *
* Ridhazia, dosen senior Fidkom UIN Sunan Gunung Djati, jurnalis dan kolumnis, pemerhati psikologi dan komunikasi politik, bermukim di Vila Bumi Panyawangan, Cileunyi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.