Kabupaten/Kota

Rumah Gayatri Nusantara seinergi dengan GPMB Jawa Timur menggelar Kajian Naskah Kuno bertema Sri Sedono : Kearifan Lokal Abad Keluhuran dan Modernitas

Rumah Gayatri Nusantara seinergi dengan GPMB Jawa Timur menggelar Kajian Naskah Kuno bertema Sri Sedono : Kearifan Lokal Abad Keluhuran dan Modernitas

86views

SIDOARJO, BANDUNGPOS –Rumah Gayatri Nusantara bersama Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB) Jawa Timur menggelar diskusi publik bertajuk “Sri Sedono: Kearifan Abad Keluhuran dan Modernitas” di Abimanyu Library, Tulangan, Sidoarjo.

Acara ini menjadi ruang reflektif untuk menelaah kembali nilai-nilai luhur dalam naskah kuno Nusantara dan bagaimana relevansinya dalam kehidupan masa kini.

Diskusi yang berlangsung sejak pukul 10.00 hingga 14.00 WIB ini menghadirkan filolog dan peneliti independen Agustin Ariani, serta dosen sosiologi FISIP UWKS, Abdus Sair. Prolog dibuka oleh Bambang Prakoso, pemilik Rumah Gayatri Nusantara sekaligus Ketua GPMB Jatim.

Hadir dari berbagai kalangan, Akademisi, Dinas Perpustakaan Provinsi Jawa Timur, Dispusi Surabaya, Diapusip Sidoarjo, Pengurus REI Jatim, Dewan Kesenian Sidoarjo, Forum Taman Baca Masyarakat, Gerakan Pembudayaan Minat Baca dari Tapanuli Selatan, Mahasiswa UWKS, Unair, dan masyaraka umum.

Dalam pemaparannya, Agustin Ariani menegaskan bahwa pelestarian naskah kuno tidak cukup berhenti pada aspek fisik atau penyimpanan formal belaka. Baginya, esensi naskah kuno justru terletak pada isinya, yakni nilai-nilai kearifan yang terkandung di dalamnya.

“Yang menjadi pamali itu bukan fisiknya, tetapi isinya. Kita harus menjaga dan menyaring substansi nilai yang terkandung dalam naskah-naskah itu, karena di situlah keluhuran kita berada,” ujarnya.
Agustin menjelaskan bahwa naskah kuno tersebar di banyak tempat, tidak hanya di lembaga pemerintah atau perpustakaan swasta, tapi juga di pondok pesantren hingga koleksi pribadi masyarakat. Keberadaan naskah-naskah ini, menurutnya, menjadi saksi dari kesinambungan budaya lintas generasi.
“Ketika kita bicara naskah kuno, kita sedang bicara tentang tiga zaman sekaligus: masa lalu, masa kini, dan bagaimana nilai itu diimplementasikan untuk masa depan,” lanjutnya.

Sebagai seorang filolog, Agustin juga menyoroti proses rumit dalam memahami naskah kuno. Menurutnya, teks-teks kuno tidak bisa dibaca sembarangan karena memiliki banyak lapisan pengkodean yang kompleks.
“Naskah kuno itu pengcodingannya berlapis-lapis. Butuh kepekaan dan keterhubungan batin untuk bisa memahaminya. Yang bisa membaca dengan benar hanyalah anak Nusantara yang mengerti nadinya sendiri,” pungkasnya.

Sementara itu, Abdus Sair menambahkan perspektif sosiologis mengenai bagaimana naskah-naskah seperti Sri Sedono bisa menjadi sumber nilai dalam pendidikan, etika sosial, hingga pembentukan identitas kultural masyarakat modern. Acara ini tidak hanya menjadi ruang diskusi, tetapi juga sebuah upaya nyata untuk menghidupkan kembali warisan intelektual Nusantara yang selama ini kerap terpinggirkan dalam wacana pembangunan modern.**(release/bnn)

Leave a Response