
Oleh Ridhazia
SERANGAN 9/11 pada 11 September 2001 di World Trade Center dan Pentagon New York Amerika Serikat memantik perubahan Barat atas peradaban Islam.
Salah satunya mengubah pemikiran Cara Carleton “Carly” Fiorina. Ia figur politik pebisnis asal Amerika Serikat. Ia bekerja sebagai CEO Hewlett-Packard sekaligus ketua organisasi filantropik Good360.
Peradaban Terbesar
Dalam pergumulan pemikirannya ia mengatakan, Islam itu suatu peradaban terbesar di dunia. Peradaban yang mampu menciptakan negara super-benua yang membentang dari laut ke laut dan dari iklim utara ke daerah tropis dan gurun.
Selain mendominasi hidup ratusan juta orang, dari berbagai kepercayaan dan etnis. Juga salah satu bahasanya menjadi bahasa universal sebagian besar dunia.
Pasukannya terdiri dari berbagai suku dan ras dari banyak negara. Juga perlindungan militernya memungkinkan tingkat kedamaian dan kemakmuran yang belum pernah diketahui sebelumnya.
Jangkauan perdagangan peradaban ini meluas dari Amerika Latin ke Cina, dan dimanapun di antara keduanya.
Peradaban ini sangat didorong oleh penemuannya. Arsiteknya merancang bangunan yang melawan gravitasi. Matematikawannya menciptakan aljabar dan algoritma yang memungkinkan pembuatan komputer, dan enkripsi.
Para dokternya bukan hanya memeriksa tubuh manusia, dan menemukan obat baru untuk penyakit.
Para astronom memandang ke langit, menamai bintang-bintang, dan membuka jalan untuk perjalanan ruang angkasa dan penjelajahan.
Para penulisnya menciptakan ribuan cerita. Kisah-kisah keberanian, romansa, dan keajaiban.
Para penyairnya menulis tentang cinta, ketika kebudayaan lain tenggelam dalam rasa takut untuk memikirkan hal-hal seperti itu.
Ketika negara-negara lain takut dengan pemikiran, peradaban ini berkembang pesat. Bahkan membuatnya tetap hidup.
Bahkan ketika peradaban lain mengancam untuk menghapus pengetahuan dari peradaban masa lalu, peradaban ini membuat pengetahuan itu tetap hidup, dan meneruskannya kepada orang lain.
“Peradaban yang saya bicarakan adalah dunia Islam dari tahun 800 hingga 1600, yang meliputi Kekaisaran Ottoman dan pengadilan Baghdad, Damaskus, dan Kairo, serta para penguasa tercerahkan seperti Suleyman yang Agung” kata “Carly” Fiorina.
Dalam pidato penutup, ia berkata;
“Meskipun kita sering tidak menyadari hutang kita kepada peradaban ini, pemberiannya merupakan bagian dari warisan kita. Industri teknologi tidak akan pernah ada tanpa kontribusi ahli matematika Arab.”
* Ridhazia, dosen senior Fidkom UIN Sunan Gunung Djati, jurnalis dan kolumnis, pemerhati psikologi dan komunikasi sosial politik, bermukim di Bandung, Jawa Barat.