Kolom Sosial Politik

Kawin Kontrak Ala PUNCAK

1kviews

 

Oleh Ridhazia

Polisi menetapkan sejumlah mucikari di Puncak yang menjajakan wanita belia ke pria hidung belang dari Arab dengan modus kawin kontrak. Yakni kawin bersifat settingan ketika penghulu, orangtua wali, dan saksi kesemuanya palsu pada saat ijab-kabul.

Uang mahar berdasarkan kesepakatan dan besarannya ditentukan sesuai lama waktu tinggal. Rerata antata 30 – 100 jutaan rupiah untuk sekali kontrak.

Sejak kapan?

Praktik kawin kontrak di kawasan Puncak, Bogor, Jawa Barat, sesungguhnya praktik prostitusi dan perdagangan manusia yang dikemas dengan motif agama.

Berkembang bersamaan dengan melimpahnya turis Arab berkunjung ke kawasan wisata Puncak pada era tahun 90-an dan bertumbuhnya perkampungan imigran asal Timur Tengah di daerah Ciburial, Kopo, dan Megamendung.

Fenomena ini diawali turis Arab meminta kepada sopir atau pemandu wisatanya untuk dicarikan perempuan lokal yang bisa dikawin muth’ah (kontrak).

Fatwa Haram

Praktik kawin kontrak dinilai tidak sah oleh hukum Islam meski diselenggarakan secara “agama”. MUI bahkan telah mengeluarkan fatwa haram pernikahan ini.

Kawin kontrak juga sangat bertentangan dengan Undang-undang No.1 Tahun 1974. Pasalnya dalam kawin kontrak yang ditonjolkan hanya nilai ekonomi, dan perkawinan ini hanya bersifat sementara.

Kawin kontrak dalam Islam dikenal dengan istilah nikah mut’ah (mu’aqqat) yang berarti perkawinan untuk waktu tertentu atau munqathi yang berarti perkawinan yang terputus. *

* Ridhazia, dosen senior Fidkom UIN Sunan Gunung Djati, Kota Bandung, jurnalis dan kolumnis, pemerhati psikologi dan komunikasi sosial politik, bermukim di Vila Bumi Panyawangan, Cileunyi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Leave a Response