Daerah

Kadisdik Garut Ketahui Dana BOS Jadikan Jaminan Hutang Kepala Sekolah

Kadisdik Garut Ketahui Dana BOS Jadikan Jaminan Hutang Kepala Sekolah

694views

GARUT, Bandungpos.id – Kasus penggelapan dana oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Dinas Pendidikan Kabupaten Garut, Jawa Barat, menjadi sorotan masyarakat. Kasus ini mengemuka setelah Komalawati, Dadan Hamdani dan Yayah Rokayah, yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Sekolah, Bendahara, dan Staf UPT (Unit Pelaksana Teknis) terjerat dalam kasus penggelapan dana koperasi dengan jumlah mencapai lebih dari Rp1 Miliar. Ketiganya merupakan PNS yang bekerja di UPT Pendidikan Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut.

Kini ketiganya sedang menjalani proses sidang untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Namun di sisi lain, ternyata Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Garut, Ade Manadin, sudah mengetahui ada praktik penggelapan dana koperasi oleh pegawainya itu. Bahkan Ade mengungkapkan jika hal tersebut agar menjadi efek jera bagi PNS lainnya. Menanggapi hal itu, Ketua Garut Governance Watch, Agus Gandi, mengatakan korupsi pendidikan sudah lama terjadi tapi sering ada pembiaran. Bahkan terkait kasus dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dijadikan jaminan pinjaman, menurutnya sangat berdampak buruk bagi pendidikan Kabupaten Garut.

“Saya menerima laporan, banyak kepala sekolah tinggalkan hutang saat dirotasi dari jabatannya. Boleh dicek banyak sekali sekolah seperti itu di Garut. Jadi kepala sekolah yang baru harus pontang-panting menutupinya,” kata Agus Gandi kepada awak media.  Agus Gandi pun heran, jika Kadisdik sudah tahu ada praktik menjaminkan buku tabungan dana BOS kenapa ada pembiaran. Bukannya menuntaskan persoalan namun seolah ada pembiaran.  “Kejadian penggelapan yang sudah lama diketahui Kadisdik tapi tidak melakukan langkah signifikan untuk  tuntaskan masalah tersebut,” ujarnya.

Menurut Agus, seharusnya Kadisdik tidak hanya cukup melakukan himbauan moral tapi langkah konkrit dalam atasi masalah itu. “Korupsi pendidikan berupa korupsi anggaran, kolusi dan nepotisme yang libatkan pejabat Disdik harus dituntaskan. Sehingga sebaiknya perlu langkah nyata untuk menuntaskannya,” tambahnya

Sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Garut, Ade Manadin, membenarkan kejadian tersebut dan menegaskan bahwa peristiwa ini terjadi sebelum dirinya menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan. “Saya tahu kejadian kronologisnya dari zaman Pa Totong. Jadi posisinya sekarang sudah seperti itu,” ungkap Ade Manadin.

Ia menekankan perlunya perhitungan yang cermat dan sederhana agar kepercayaan publik tetap terjaga. “Agar jadi cambuk untuk yang lain dalam menjalankan amanat tidak konsumtif, harus benar-benar dengan perhitungan cermat dan sederhana,” tambahnya. Awal Pengungkapan Kasus oleh Kejaksaan Negeri Garut Kejaksaan Negeri Garut menangkap tiga PNS Dinas Pendidikan Kabupaten Garut yang telah menggelapkan dana koperasi lebih dari RP1 Miliar dengan jaminan dana BOS.

Dalam pengungkapan kasus ini, Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Garut, Jaya P. Sitompul, mengungkapkan kronologi kejahatan yang dilakukan oleh ketiganya. Dadan Hamdani, yang saat itu menjabat sebagai kepala sekolah, mengalami kesulitan keuangan, dan Yayah Rokayah, sebagai bendahara, memberikan informasi tentang koperasi simpan pinjam di Kabupaten Bandung yang bisa memberikan pinjaman uang atas nama sekolah dengan jaminan pembayaran dari Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Dalam proses pinjaman ini, Yayah menyarankan Dadan untuk membuat buku tabungan baru dengan pura-pura hilang ke bank. Meskipun buku tersebut dijaminkan, Dadan tetap bisa melakukan pinjaman dengan menggunakan buku tabungan lainnya. Ketiganya kemudian melakukan permufakatan jahat untuk mengajukan pinjaman fiktif atas nama sekolah. Komalawati, sebagai Bendahara Korwil Pendidikan, menjadi penjamin dari Korwil pendidikan dengan imbalan tertentu. Komalawati setuju menandatangani surat penjamin atas pinjaman yang diajukan oleh Dadan, dan pada 18 September 2018, pinjaman tersebut berhasil cair. Selanjutnya, Dadan dan Yayah memilih nama sekolah untuk pinjaman fiktif.

Sementara Komalawati melengkapi data pengajuan pinjaman dengan menggunakan dokumen yang dimilikinya sebagai bendahara. Data tersebut kemudian diserahkan kepada koperasi setelah melibatkan beberapa figur fiktif. Ketiganya berhasil melakukan pinjaman fiktif atas nama 14 sekolah dengan jumlah uang yang bervariatif, mulai dari Rp35 juta hingga Rp100 juta. Uang yang diterima oleh kepala sekolah dan bendahara gadungan selanjutnya diserahkan kepada Yayah, dengan imbalan untuk masing-masing figur fiktif.

Aksi ketiganya terbongkar setelah pihak koperasi curiga ketika kepala dan bendahara sekolah gadungan diminta KTP asli saat pencairan dana. Pihak koperasi kemudian mengecek ke sekolah yang disebutkan, dan ternyata mereka tidak pernah mengajukan pinjaman. Kasus ini membuktikan bahwa seluruh transaksi pinjaman yang dilakukan oleh ketiganya adalah fiktif. Pihak kejaksaan dan pengadilan kini akan melanjutkan proses hukum terhadap ketiganya, yang dihadapkan pada tuduhan serius terkait kejahatan penggelapan dan pemalsuan dokumen.  (***/BNN)

Leave a Response