Kolom Sosial Politik

Media dan Keadilan bagi Vina

529views

Oleh Budi Setiawan

FILM Vina: Sebelum 7 Hari telah mengguncang dunia hiburan Indonesia dengan mengangkat tragedi nyata pembunuhan dan pemerkosaan Vina serta kekasihnya Rizky di Cirebon pada tahun 2016. Film ini memicu polemik luas tak cuma tentang etika produksi film berdasarkan peristiwa tragis, namun juga bagaimana media visual dan media sosial bersama-sama mampu memobilisasi opini publik dan mendorong institusi penegakan hukum untuk bertindak.

Inilah bukti di era digital ini, media menjadi alat vital bagi masyarakat dalam menuntut keadilan dan akuntabilitas. Media sosial kini menjadi kekuatan luar biasa dalam menyebarkan informasi dengan cepat dan luas. Film Vina: Sebelum 7 Har  tidak hanya dibicarakan di bioskop atau lingkaran kritikus film, tetapi juga menjadi viral di platform seperti Twitter, Instagram, dan Facebook.

Ribuan orang membagikan ulasan, komentar, dan opini mereka, menciptakan gelombang kesadaran yang masif. Kasus Vina dan Rizky yang sempat redup kembali mencuat, mendesak masyarakat untuk menuntut penyelesaian yang adil. Viralitas di media sosial memperkuat opini publik, mendorong institusi penegakan hukum untuk bertindak lebih tegas.

Setelah perilisan film, masyarakat tidak tinggal diam. Mereka mulai menuntut keadilan dengan lebih keras. Gelombang protes dari publik yang meningkat signifikan membuat pihak kepolisian melanjutkan pencarian pelaku yang belum tertangkap selama delapan tahun.

Film sejak dulu memang berfungsi bukan hanya sebagai hiburan, tetapi juga sebagai alat advokasi yang kuat. Dengan menyajikan penderitaan korban dan kompleksitas kasus secara dramatis, film ini mampu membangkitkan empati publik dan memicu tindakan nyata.

Peran influencer dan aktivis digital sangat signifikan dalam memperkuat mobilisasi opini publik. Dengan jumlah pengikut yang besar, mereka mampu mempengaruhi opini publik secara luas. Banyak dari mereka membahas film ini, mengangkat isu ketidakadilan dan ketidakmampuan penegak hukum dalam menangani kasus ini. Ulasan dan promosi dari para influencer membuat pengikut mereka tergerak untuk peduli dan bertindak.

Selain itu, influencer dan aktivis digital turut mengorganisir aksi protes secara tak langsung, dan mengadvokasi perubahan melalui media sosial. Keterlibatan mereka membantu meningkatkan visibilitas dan urgensi kasus Vina dan Rizky, memperkuat suara publik. Era digital memungkinkan transparansi dan akuntabilitas yang lebih tinggi, terutama melalui media sosial. Tindakan dan keputusan institusi penegakan hukum dapat dengan cepat diunggah dan dibagikan, memberikan pengawasan publik yang lebih intensif.

Transparansi ini memperkuat tanggung jawab pada penegakan hukum. Media sosial menciptakan platform interaksi dua arah di mana publik dapat langsung mengarahkan pertanyaan, kritik, dan tuntutan mereka kepada pejabat yang berwenang. Respons dari otoritas, meskipun kadang terbatas, menambah lapisan akuntabilitas baru dalam proses penegakan hukum.

Debat Etika
Namun, dampak film ini juga menimbulkan debat etika. Kritik terhadap film Vina: Sebelum 7 Hari berfokus pada tuduhan eksploitasi tragedi demi keuntungan komersial. Debat ini mencerminkan perdebatan yang lebih luas tentang etika dalam pembuatan film berdasarkan peristiwa nyata yang tragis. Respons kritis terhadap film ini memaksa industri hiburan untuk mengevaluasi ulang praktik mereka dalam mengangkat isu-isu sensitif.

Diskusi ini juga meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya etika dalam produksi media, yang pada akhirnya mempengaruhi praktik dan kebijakan di industri hiburan.

Dengan memobilisasi opini publik, meningkatkan kesadaran, dan memicu debat etika, film ini menunjukkan potensi besar media dalam mempengaruhi masyarakat. Kekuatan media sosial dalam amplifikasi isu, mobilisasi massa, dan pengawasan publik yang intensif semakin memperkuat peran media visual sebagai katalisator perubahan.

Dalam sosiologi kontemporer, media visual dan media sosial bersama-sama memainkan peran penting dalam menuntut keadilan dan akuntabilitas, menjadikan masyarakat lebih efektif dalam mempengaruhi kebijakan dan tindakan institusi penegakan hukum.

Di masa depan, kita dapat mengharapkan media visual dan media sosial untuk terus berfungsi sebagai alat penting dalam advokasi sosial dan hukum, mendorong perubahan yang lebih besar dan lebih berarti dalam masyarakat kita. Semoga. *

* Budi Setiawan, mantan jurnalis senior pada salah satu media terkemuka di Jakarta, pemerhati sosial dan politik, alumnus FISIP Universitas Padjadjaran (Unpad), Kota Bandung, bermukim di Kabupaten Subang, Jawa Barat.

Leave a Response