Selamat Ulang Tahun Damas ke-67:SUNDA “NGAHIJI” Bersama Damas
Selamat Ulang Tahun Damas ke-67:SUNDA "NGAHIJI" Bersama Damas
Kota Bandung, BANDUNGPOS.ID: Tidak banyak organisasi perkumpulan yang bisa bertahan sampai lebih dari setengah abad, apalagi bergerak untuk terus menjaga kebudayaan ditengah gencarnya serbuan budaya dari berbagai penjuru. Itulah DAMAS, Daya Mahasiswa Sunda, yang didirikan pada tanggal 14 Oktober 1956.
Bagi masyarakat Bandung di era 70-80an, kita mengenalnya dengan lomba Kereta Peti Sabun. Kereta tanpa mesin yang diluncurkan di jalan yang menurun, Jalan Sukajadi. Gagasan kreatif anak muda yang dikemas dengan kemeriahan yang khas di masa itu.
Banyak tokoh di berbagai bidang yang lahir dan dibesarkan oleh DAMAS. Ilmuwan, seniman, budayawan, politisi, birokrat, pengusaha dan banyak lagi. Perannya tidak bisa dikesampingkan dalam berbagai yang terjadi perubahan di tanah air.
Konon ada sekitar 16 ribu anggota DAMAS yang tercatat sejak didirikan hingga kini, sudah selayaknya terus diperjuangkan
dalam mempromosikan pengetahuan, pemahaman dan apresiasi terhadap warisan budaya khususnya Sunda. Harapannya tentunya bukan mendorong komodifikasi budaya yang melihat segala sesuatu sebagai komoditas ekonomi. Tetapi ada nilai kebajikan, kearifan, ilmu dan pengetahuan, dan praktek dalam semua lini kehidupan yang dipraktekkan oleh leluhur sejak lama. Kehidupan sosial, ekonomi, politik pun sudah menyatu dalam proses yang saling mempengaruhi dengan budaya lainnya.
Proses akulturasi tidak bisa dihindarkan. Tetapi kitapun tidak terjebak pada pemikiran “pelestarian budaya” yang statik, kita berada dalam situasi interaksi dinamik lintas budaya dan geografi.
Bahkan saat ini banyak aspek kultural dan dorongan untuk secara aktif dalam menyelesaikan berbagai isu peradaban seperti lingkungan, sumberdaya dan krisis iklim. Persoalan yang muncul akibat cara pikir modernisasi dengan spririt antroprosentrik, eksploitasi yang menempatkan manusia sebagai pusat dari segalanya, tanpa mempertimbangkan mahluk lain di bumi yang hidup saling menopang.
Soal budaya dan tradisi, Prof. Bambang Sugiharto (2006), ilmuwan dan filosof dari Unpar Bandung sudah mengingatkan sejak lama “…interaksi kultural itu multifaset. Ia melibatkan proses penerjemahan, apropriasi, resistensi, subversi ataupun kompromi”.
Barangkali peringatan “Minangkala ka-67 Daya Mahasiswa Sunda” yang diramaikan pertunjukan dan dihadiri oleh pejabat Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin, sudah sejalan dengan apa yang menjadi perhatian publik selama ini.
Satu hal yang disampaikan Presiden DILANS Indonesia Farhan Helmy kepada Ketua Ikatan Alumni DAMAS, Kang Salim, “DAMAS harus menjadi bagian dari gerakan disabilitas dan inklusi sosial!”, kata Farhan yang langsung direspon, “Siap!” disertai dengan menyampaikannya pada jajaran pengurusnya sebelum acara dimulai.**(rm/BNN)