Oleh Ridhazia
Agama tidak lagi hanya berkembang di tempat peribadatan yang sakral. Di masjid, di gereja, di pure dan tempat lain yang suci. Tetapi juga di ruang terbuka yang dikenal sebagai cyberspace yaitu ruang maya.
Dengan perantaraan internet kepentingan manusia atas titah Tuhan menjadi alternatif mengatasi keterbatasan manusia dalam pengembaraannya tanpa batas yang lazim sebagai religion surfers.
Riset Pew Internet & American Life Project sejak 2010 menemukan fakta trend informasi dan dakwah agama secara online bakal terus meningkat. Sekarang baru menyentuh 41% responden menjadi religion surfers yang aktif, yakni pencarian kebermaknaan agama. Diduga angka pencapaian ini akan terus bertambah.
Fakta ini menunjukan alih-alih teknologi teknologi internet yang diduga di awal teknologi ini berkembang dapat merusak relasi beragama manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia lain hingga dianggap mengancam kedangkalan pemahaman agama, justru kenyataannya menopang penyebaran nilai-nilai suci lebih inten dan meluas. Tanpa harus berkemas-kemas dengan tetek bengek upacara, panggung dan ruang yang terlalu sarat kesucian.
Tradisi hingar bingar
Cyberspace merupakan fenomena mutakhir yang dimungkinkan para tokoh keagamaan melayani segala kepentingan manusia secara digital tanpa hingar bingar dalam ruang nyata yang berjarak dan berbatas.
Saya sependapat dengan Guru Besar Bidang Ilmu Fikih Prof Imam Yahya dalam orasi ilmiah bertajuk “Fiqh Digital: Implementasi Digitalisasi Agama dalam Fiqh Kontemporer” (2023) yang mengisyaratkan digitalisasi keagamaan yang termasuk tentang hukum Tahlil virtual, Jumat virtual dan Haji Metaverse sebagai yang menarik untuk digumuli para profesor ilmu komunikasi beragama untuk dimanfaatkan sebagai media transformasi perluasan pengetahuan dan pengalaman beragama. Meski tetap harus menimbang kematangan publik penggunanya.
Sebab bukan mustahil bisa memantik kontroversi, bahkan dianggap sebagai ancaman terhadap eksistensi agama. Setidaknya, agama akan kehilangan otentisitasnya. Bahkan kehilangan tradisi kehingarbingaran. Lebih jauh lagi nilai-nilai sakralitas agama tergerus hingha tergantikan dengan realitas media. *
* Ridhazia, dosen senior Fidkom UIN Sunan Gunung Djati, jurnalis dan kolumnis, pemerhati komunikasi sosial politik, bermukim di Vila Bumi Panyawangan, Cileunyi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.