Oleh Abdul Majid Turuki ( Penggiat Loterasi dari IndonesaTimur)
Saat sepinya malam adalah zikirku
BANYAK– kisah di setiap waktu yang terlewatkan. Seolah hidup adalah membuat kisah, dan kita… adalah pelaku dari kisah itu. Pada setiap kisah yang tercipta tentunya tak bisa terlepas dari peran orang-orang di sekitar kita. Mungkin itulah alasan mengapa Tuhan menciptakan kita bersuku-suku dan berbangsa-bangsa dengan berbagai perbedaan yang menjadi kita saling membutuhkan satu sama lain.
Namun, mengapa disana-sini masih terdengar suara keras?
Perbedaan, mereka pertentangkan!
Persamaan, mereka gontok-gontokan dalam kompetisi yang tidak sehat?
Mungkin dan mungkin,,, itulah warna! Warna yang mematri bekas pijakan-pijakan kaki anak Adam untuk menjadi onggokan cerita dalam kisah perjalanan mereka.
Beragam persepsi orang-orang di sekitarku mengartikan kisah itu dan merangkumnya menjadi sebuah nama yang sering orang maknai dengan sebutan “Kehidupan”.
Lalu, apa arti kehidupan itu?
Mereka, orang-orang tercintaku mendefinisikan arti hidup dengan berbagai definisi menurut cara pandang sesuai cara pikir mereka.
Kata mereka, hidup itu adalah ibadah
Kata mereka, hidup itu adalah perniagaan
Kata mereka, hidup itu yang penting sehat
Dan masih banyak lagi kata-kata indah tentang arti kehidupan menurut meraka.
Lalu apa arti hidup itu bagiku?
Mungkin aku bukanlah orang bijak yang tepat dan pantas untuk memaknai arti kehidupan itu.
Namun,, berangkat dari kisah dan pengalaman hidup pribadi, tidaklah salah jika saya juga memiliki pandangan tentang arti kehidupan.
Hampir,, 45 tahun sudah saya mengembara, dari fase 0 hingga sembilan bulan dalam kandungan sang bunda, Melewati hari yang tak mengenal dosa di usia 1 hari hingga 12 tahun.
menjadi manusia super di usia muda 13 – 30 tahun, lalu kini menjadi sang pujangga yang full senyum
….
Dalam kurun waktu pengembaraan itu, raga ini tidak berjalan sendiri melewati belantara yang penuh duri, tetapi jiwa menjadi teman setia yang paling banyak menderita selama pengembaraan itu. Terkadang ketika raga menjerit kesakitan karena tercabik duri dan tersandung batu, jiwa tak kuasa menyembunyikan rasa. Raga yang yang tercabik,,, tetapi jiwa yang paling menderita merasakan deritanya raga.
Dari pengalaman perjalanan jiwa dan raga itu, jemari mencoba menyimpulkan bahwa arti kehidupan adalah Cinta, Kasih, Ketulusan, Pengertian, Pengorbanan dan Pengabdian.
Hidup sejatinya adalah meringankan beban
Hidup sejatinya adalah menghapus air mata
Hidup sejatinya adalah menciptakan senyum
Dihiasi peka, peduli, tenggang rasa, saling melindungi dan saling membesarkan. ** ( Penulis bertempat tinggal di Buton Tengah)