
Oleh Ridhazia
Kota kosong menjadi fenomena menarik setiap kontestasi politik. Padahal, suara kotak kosong juga representasi “suara rakyat” tanpa embel-embel nama dan partai pengusung.
Suara kotak kosong tidak bisa disepelekan. Faktanya pernah terjadi suara tanpa nama dan partai politik menekuk suara koalisi parpol.
Hal itu pernah terjadi dalam dunia perpolitikan Indonesia. Suara pendukung kotak kosong memenangkan kontestasi pada pilkada Walikota Makasar (2018).
Despotisme
Dalam studi ilmu politik fenomena kotak kosong sebagai gejala terjadinya despotisme (despotismós). Yakni fenomena ketika kekuasaan seseorang atau entitas partai politik yang terlalu absolut.
Sinonim absolut itu penguasa lalim: otoriter, otokratis, diktator, tirani. Bahkan tidak demokratis .
Pragmatis
Kontestasi yang sejatinya saling bertarung, dalam situasi despotik menyebabkan para elit partai lebih memilih jalan pragmatis.
Partai politik berkongsi dan berkoalisi dengan figur paling kaya dan populer untuk diusung. Sebab biaya politik dan logistik yang kuat berpeluang memenangkan kontestasi.
Politik Uang
Kotak kosong juga dalam studi ilmu politik melekat kedekatannya dengan praktik money politics. Kekuatan politik yang besar dan kuat diasumsikan memborong partai untuk mendapatkan tiket atau ‘perahu’ pencalonan. Dan, biaya tiket dibayarkan untuk parpol sebagai uang kontrak politik. *
* Ridhazia, dosen senior Fidkom UIN Sunan Gunung Djati Bandung, jurnalis dan kolumnis, pemerhati komunikasi sosial politik, bermukim di Vila Bumi Panyawangan, Cileunyi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.