Menurut siaran pers pada Sabtu (16/3/2024), film yang dibintangi oleh aktor Ario Bayu dan penari keturunan Indonesia-Australia, Juliet Widyasari Burnett, itu merupakan hasil kolaborasi Cineria Films, Garin Workshop, dan Lynx Films bersama Esplanade-Theatres on the Bay Singapura dan Silurbarong.co dengan dukungan dari Kementerian Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia.
“Samsara terinspirasi dari kecintaan saya pada film klasik Jerman era 1920-an, Nesferatu (1922), dan Metropolis (1927), yang membawa saya kembali menggali tradisi lokal. Membuat karya ini bagi saya seperti memimpin dan menjalankan upacara tradisi yang hidup di berbagai wilayah Indonesia,” kata Garin.
Garin menyebut pembuatan “Samsara” sebagai upacara dengan berbagai profesi, termasuk juru rias, juru masak, juru panggung, penari, dan pemusik.
“Setiap upacara merepresentasikan kondisi sosial ekonomi dan lingkungan masyarakat, sehingga dalam proses kreatif Samsara setiap pemain harus mampu membawa dalam dirinya situasi sosial budaya dalam penciptaan Samsara,” tuturnya.
Film “Samsara” mengambil latar tempat di Bali tahun 1930-an, bercerita tentang seorang pria dari keluarga miskin yang ditolak lamarannya oleh orang tua kaya dari perempuan yang dia cintai.
Pria itu kemudian membuat perjanjian gaib dengan Raja Monyet dan melakukan ritual gelap untuk mendapatkan kekayaan. Namun, dalam prosesnya ritual itu justru menimbulkan penderitaan.
“Samsara” akan menampilkan banyak elemen pertunjukan tradisional Bali seperti orkestra gamelan, tari tradisional, topeng, dan wayang yang dipadukan dengan musik elektronik digital serta tari dan topeng kontemporer.
Produksi film melibatkan para seniman yang telah berpengalaman dan mendapatkan penghargaan atas karya-karyanya, termasuk produser Gita Fara dan Aldo Swastia, penata busana Retno Ratih Damayanti, penata artistik Vida Sylvia, sinematografer Batara Goempar, I.C.S., dan koreografer Ida Ayu Wayan Arya Satyani (Bumi Bajra).
Film “Samsara” menampilkan seniman dan penari ternama Indonesia seperti Gus Bang Sada, Siko Setyanto, Maestro tari I Ketut Arini, Cok Sawitri, dan Aryani Willems serta penari-penari dari Komunitas Bumi Bajra di Bali.
Pertunjukan Gamelan Bali untuk film itu dibawakan oleh Wayan Sudirana, komposer musik dan ahli etnomusikologi lulusan University of British Columbia di Kanada yang telah mempelajari musik kuno Bali, musik klasik barat, serta musik tradisi dari Korea, Ghana, dan India.
Sedangkan musik elektronik digitalnya dibawakan oleh grup musik Gabber Modus Operandi, yaitu Kasimyn dan Ican Harem.
Musisi yang berkolaborasi dengan Bjork dalam album Fossora (2022) itu menyajikan hasil persilangan dari beberapa genre musik. (den)