Evolusi Peran Guru BK: Pendamping Siswa Menghadapi Dinamika Kurikulum di Indonesia
Evolusi Peran Guru BK: Pendamping Siswa Menghadapi Dinamika Kurikulum di Indonesia
Oleh: Entang Rukman, S.Pd
Pada tahap awal perkembangan kurikulum, terutama Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, peran guru BK lebih terbatas dan bersifat akademis serta disipliner. Kurikulum ini menekankan pada pencapaian akademis sebagai tolok ukur keberhasilan siswa. Di sinilah guru BK pertama kali muncul sebagai peran pelengkap dalam membimbing siswa yang kesulitan mengikuti standar akademis atau aturan sekolah.
SEIRING– dengan perjalanan kurikulum di Indonesia, peran guru Bimbingan dan Konseling (BK) telah berkembang jauh dari sekadar memberikan bantuan akademis kepada siswa. Kini, guru BK memainkan peran strategis dalam mendukung siswa menghadapi berbagai tantangan perkembangan pribadi, sosial, dan emosional, terutama di tengah perubahan kurikulum yang berulang kali terjadi. Dari Kurikulum 1975 hingga Kurikulum Merdeka, guru BK memiliki posisi unik yang memungkinkan mereka beradaptasi dengan tuntutan kurikulum baru, sambil tetap fokus pada tujuan utama bimbingan dan konseling: membantu siswa mengenali potensi, menyelesaikan masalah, dan merencanakan masa depan mereka secara positif.
Awal Peran Guru BK: Kurikulum 1975 dan 1984
Pada tahap awal perkembangan kurikulum, terutama Kurikulum 1975 dan Kurikulum 1984, peran guru BK lebih terbatas dan bersifat akademis serta disipliner. Kurikulum ini menekankan pada pencapaian akademis sebagai tolok ukur keberhasilan siswa. Di sinilah guru BK pertama kali muncul sebagai peran pelengkap dalam membimbing siswa yang kesulitan mengikuti standar akademis atau aturan sekolah. Menurut Prof. Dr. Prayitno, M.Sc.Ed, dalam bukunya Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah (2017), pada periode ini guru BK mulai dikenalkan sebagai “pendamping” siswa, namun lebih fokus pada peran pengendalian disiplin dan pembimbing akademis daripada sebagai pengembang potensi penuh siswa. Prayitno menggarisbawahi bahwa meski layanan bimbingan telah ada, masih ada keterbatasan dalam pendekatan yang lebih menyeluruh dan berfokus pada individu siswa.
Pendekatan Holistik: Kurikulum 1994 dan KBK 2004
Kurikulum 1994 dan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) tahun 2004 memperkenalkan pendekatan yang lebih holistik dalam pendidikan. Perubahan ini memfasilitasi peran guru BK untuk meluas ke arah pengembangan pribadi dan sosial siswa, tak hanya pada aspek akademik. Dalam buku Bimbingan dan Konseling di Sekolah (2016), Suherman menjelaskan bahwa pendekatan kurikulum berbasis kompetensi mulai membuka peluang bagi guru BK untuk membimbing siswa dalam pengembangan minat, bakat, dan persiapan karir. Pada masa ini, guru BK tidak hanya bertugas menyelesaikan masalah-masalah yang muncul, tetapi juga membantu siswa merencanakan masa depan mereka berdasarkan minat dan kemampuan yang dimiliki. Ini merupakan masa awal dimana guru BK dituntut untuk memahami aspek-aspek psikologi perkembangan yang lebih dalam agar mampu mendampingi siswa dalam berbagai aspek kehidupannya.
Era Pembentukan Karakter: Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 membawa transformasi besar dalam pendidikan Indonesia dengan fokus yang kuat pada pendidikan karakter dan pengembangan keterampilan hidup. Ini merupakan era di mana guru BK diharapkan menjadi lebih dari sekadar konselor akademik atau pengarah karier. Kurikulum ini menekankan pengembangan soft skills, seperti kemampuan berkomunikasi, bekerja sama, dan mengelola emosi. Dalam pandangan Prof. Prayitno, Kurikulum 2013 menghadirkan tantangan sekaligus peluang bagi guru BK untuk menjalankan pendekatan yang lebih proaktif dalam membentuk karakter siswa. Pendekatan ini mencakup layanan konseling kelompok dan individual yang dirancang untuk membantu siswa memahami nilai-nilai moral, tanggung jawab, dan etika yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat yang lebih luas.
Menurut Suherman, di sinilah peran guru BK sangat signifikan dalam membimbing siswa menginternalisasi nilai-nilai tersebut. Guru BK tidak hanya memecahkan masalah yang dialami siswa, tetapi juga membantu mereka mengenali dan mengembangkan potensi diri, serta membangun kebiasaan positif yang sesuai dengan tujuan pendidikan karakter. Melalui layanan BK yang terencana dan terpadu, guru BK membantu siswa mempersiapkan diri untuk menjalani hidup bermasyarakat yang dinamis dan penuh tantangan.
Kurikulum Merdeka: Mengedepankan Pendekatan Inklusif dan Fleksibel
Dalam Kurikulum Merdeka yang baru diperkenalkan, guru BK mendapatkan peran yang semakin kompleks dan strategis. Kurikulum ini memberikan ruang bagi siswa untuk belajar secara fleksibel dan sesuai dengan minat dan kebutuhan individu. Dalam bukunya Membangun Karakter Anak Bangsa melalui Bimbingan dan Konseling (2021), Prof. Dr. Abdurrahman Al-Aziz, M.Pd., menyebutkan bahwa Kurikulum Merdeka merupakan kesempatan emas bagi guru BK untuk memperkuat pendekatan individualized atau personalisasi dalam layanan konseling. Al-Aziz menjelaskan bahwa peran guru BK dalam konteks Kurikulum Merdeka bukan hanya sebagai fasilitator pembelajaran, tetapi juga sebagai mitra bagi siswa dalam menggali dan mengembangkan potensi terbaik mereka. Ini termasuk mengidentifikasi minat dan bakat siswa, serta membantu mereka menetapkan tujuan jangka panjang baik dalam bidang akademis maupun kehidupan.
Dalam Kurikulum Merdeka, guru BK juga harus lebih peka terhadap kebutuhan siswa yang beragam, termasuk siswa dengan kebutuhan khusus dan siswa yang memiliki perbedaan latar belakang sosial-budaya. Kurikulum ini mendorong guru BK untuk mengembangkan program-program inklusif yang sesuai dengan keunikan setiap individu. Guru BK didorong untuk menciptakan pendekatan yang menghargai keberagaman dan memberikan ruang bagi siswa untuk berkembang sesuai dengan potensinya masing-masing. Pendekatan ini memungkinkan siswa untuk belajar dengan lebih bermakna dan relevan bagi kehidupan mereka, sehingga proses pendidikan tidak hanya berorientasi pada capaian akademis, tetapi juga pada pengembangan karakter dan kesiapan hidup.
Perjalanan kurikulum di Indonesia menunjukkan bagaimana peran guru BK terus berkembang sejalan dengan perubahan kebijakan pendidikan. Prof. Dr. Prayitno dan Prof. Dr. Abdurrahman Al-Aziz sependapat bahwa peran guru BK tidak hanya terletak pada bimbingan akademis, tetapi juga mencakup pengembangan karakter, emosi, dan keterampilan hidup siswa. Guru BK kini harus mampu menyeimbangkan antara tuntutan kurikulum dan kebutuhan perkembangan siswa secara holistik, serta fleksibel dalam menerapkan metode yang sesuai dengan setiap individu.
Secara keseluruhan, perjalanan guru BK dalam berbagai kurikulum menunjukkan pentingnya pendampingan yang berpusat pada siswa dan berfokus pada pengembangan potensi penuh mereka. Di tengah tantangan pendidikan modern, guru BK memainkan peran sebagai fasilitator, motivator, dan mentor bagi siswa, serta menjadi pilar penting dalam mewujudkan generasi yang siap menghadapi masa depan yang lebih baik dan penuh tantangan.**(Penulis Guru Penggerak A-10 Disdik Kota Bandung)