Opini

Barat Menuju Era Kegelapan Kemanusiaan!

243views

Oleh: Budi Setiawan*

SUDAH lama kita dicekoki bahwa peradaban Barat dibangun di atas nilai-nilai kemanusiaan, seperti hak asasi manusia, demokrasi, dan keadilan. Nilai-nilai ini telah diperjuangkan oleh para pemikir dan aktivis Barat selama berabad-abad.

Pada abad ke-18, para pemikir Pencerahan Barat seperti John Locke dan Jean-Jacques Rousseau mengembangkan gagasan tentang hak asasi manusia yang melekat pada setiap manusia. Gagasan ini kemudian menjadi dasar bagi gerakan hak asasi manusia di dunia.

Pada abad ke-19, para aktivis Barat seperti William Wilberforce dan Frederick Douglass berjuang menghapuskan perbudakan dan diskriminasi rasial. Perjuangan mereka berhasil membawa perubahan besar di Barat, dan membantu mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan yang lebih baik.

Pada abad ke-20, negara-negara Barat berperan penting dalam pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). PBB adalah organisasi internasional yang didirikan untuk mempromosikan perdamaian, keamanan, dan hak asasi manusia di dunia.

Namun ketika kita menilik konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung selama puluhan tahun dan telah menyebabkan penderitaan yang mendalam bagi kedua belah pihak, sikap dan keputusan rezim negara-negara Barat dalam konflik ini telah menimbulkan sebuah tanda tanya besar: apakah peradaban kemanusiaan Barat sedang kembali menuju kegelapan?

“Matinya” Spirit Kemanusiaan
Pada 17 Oktober 2023, Israel melancarkan serangan udara ke Rumah Sakit Baptis Al Ahli al Mahdi di Gaza Palestina. Serangan tersebut menyebabkan 500 warga Palestina tewas, termasuk 100 anak-anak. Serangan ini juga merusak fasilitas medis di rumah sakit tersebut, yang telah menjadi satu-satunya tempat berlindung bagi ribuan warga Palestina yang membutuhkan perawatan medis.

Tak cukup di situ, tiga hari kemudian pada 20 Oktober 2023, Israel kembali melancarkan serangan udara. Kali ini menyasar Gereja Kristen Ortodoks St Porphyrius di Gaza Palestina. Serangan itu menyebabkan tewasnya para pengungsi yang berlindung di gereja tersebut, termasuk anak-anak dan wanita.

Dua peristiwa itu mengiris hati kemanusiaan siapa pun, terlepas dari agama, kepercayaan maupun negara mana pun. Penyerangan itu sudah melampaui batas-batas konvensi perang, karena menyerang fasilitas-fasilitas kemanusiaan yang semestinya dijaga dan dihindari dari ancaman senjata perang. Ini sebuah tragedi kemanusiaan yang memilukan sekaligus memuakkan kita semua.

Serangan-serangan ini menimbulkan kecaman dari berbagai pihak, termasuk dari komunitas warga negara Barat. Namun, hingga saat ini, pemerintah negara-negara Barat belum mengambil langkah-langkah yang tegas untuk menghentikan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh Israel. Alih-alih mereka malah berdalih lewat kekuatan intelejennya dan memakan mentah-mentah opini pembelaan militer Israel yang menyatakan pelaku pengeboman itu bukan dilakukan militer Israel.

Sikap Hipokrit Rezim Barat
Sikap dan keputusan pemerintah negara-negara Barat dalam konflik Israel-Palestina menunjukkan bahwa rezim negara-negara Barat bersikap hipokrit. Negara-negara Barat sering mengkritik negara-negara lain yang melakukan pelanggaran hak asasi manusia. Namun, mereka sendiri tidak konsisten dalam menerapkan standar ini.

Dalam kasus konflik Israel-Palestina, rezim negara-negara Barat telah menunjukkan sikap yang bias terhadap Israel. Negara-negara Barat telah memberikan dukungan militer, ekonomi, dan diplomatik yang besar kepada Israel. Dukungan ini telah membantu Israel untuk memperkuat militernya dan mempertahankan pendudukannya di Tepi Barat dan Jalur Gaza.

Disadari sepenuhnya, sikap hipokrit ini telah menimbulkan bahaya bagi perdamaian dan keadilan di dunia. Sikap ini menunjukkan bahwa negara-negara Barat tidak lagi memiliki komitmen terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini juga menunjukkan bahwa negara-negara Barat tidak lagi memiliki moralitas untuk memimpin dunia.

Sikap hipokrit negara-negara Barat telah menyebabkan penderitaan yang mendalam bagi rakyat Palestina. Rakyat Palestina terus menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia oleh Israel. Namun, negara-negara Barat tidak berbuat apa-apa untuk menghentikan pelanggaran tersebut.

Pudarnya Kredibilitas Barat
Sikap hipokrit rezim negara-negara Barat telah merusak kredibilitas mereka sebagai promotor hak asasi manusia. Mereka secara bersama sering mengkritik negara-negara lain yang melakukan pelanggaran hak asasi manusia. Namun, mereka sendiri tidak konsisten dalam menerapkan standar ini.

Tengoklah bagaimana mereka mengecam invasi Rusia ke Ukraina. Mereka juga mengkritik China atas pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang. Namun, mereka tidak mengkritik Israel atas pelanggaran hak asasi manusia di Palestina. Padahal, pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan Israel jauh lebih parah daripada yang dilakukan Rusia atau China.

Hal ini telah menyebabkan banyak orang di dunia mulai mempertanyakan komitmen rezim negara-negara Barat terhadap nilai-nilai kemanusiaan.

Tak cuma itu, sikap hipokrit mereka telah meningkatkan risiko konflik dan kekerasan di masa depan. Sikap ini telah membuat rakyat Palestina merasa bahwa mereka tidak memiliki harapan untuk mendapatkan keadilan. Hal ini dapat mendorong rakyat Palestina yang frustasi untuk mengambil tindakan-tindakan kekerasan.

Sikap hipokrit Barat dalam konflik Israel-Palestina merupakan ancaman bagi perdamaian dan keadilan di dunia. Rezim negara-negara Barat harus segera mengubah sikap mereka dan mengambil langkah-langkah yang tegas untuk menghentikan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan Israel.

Sikap dan keputusan rezim negara-negara Barat dalam konflik Israel-Palestina menunjukkan bahwa peradaban Barat saat ini sedang mengalami kemunduran. Meski peradaban Barat pernah menjadi panutan bagi dunia dalam hal nilai-nilai kemanusiaan. Namun, sikap hipokrit dalam menyikapi konflik Israel-Palestina telah menunjukkan bahwa negara-negara Barat tidak lagi memiliki komitmen terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Selamat datang era kegelapan kemanusiaan di dunia Barat!

*Budi Setiawan, pemerhati sosial politik, mantan jurnalis dan alumnus FISIP Unpad Bandung*

Leave a Response