
BANDUNGPOS.ID – Dalam ajaran agama Islam, prinsip menghargai perbedaan pendapat memiliki fondasi yang kuat. Tidak dibenarkan untuk secara otomatis menganggap bahwa pendapat yang berbeda dengan kita selalu salah. Sebaliknya, Islam mengajarkan umatnya untuk membuka diri terhadap perspektif lain, mencari titik temu, dan memahami bahwa kebenaran seringkali tidak tunggal, melainkan dapat dilihat dari berbagai sudut pandang.
Toleransi dalam Islam bukan hanya sekadar sikap menerima keberadaan orang lain, tetapi juga aktif menghormati perbedaan yang ada. Al-Qur’an secara jelas menyatakan bahwa Allah SWT menciptakan manusia dengan keragaman suku, bangsa, dan bahasa agar mereka saling mengenal dan belajar satu sama lain. Ayat ini menjadi landasan penting dalam membangun masyarakat yang inklusif dan harmonis.
Musyawarah, atau diskusi, merupakan salah satu pilar penting dalam pengambilan keputusan menurut ajaran Islam. Proses musyawarah melibatkan mendengarkan berbagai pendapat, mempertimbangkan argumentasi yang berbeda, dan mencari solusi terbaik yang dapat diterima oleh semua pihak. Dengan bermusyawarah, kita menghindari sikap otoriter dan memberikan kesempatan bagi setiap orang untuk berkontribusi dalam mencapai mufakat.
Dalam ranah agama, terdapat wilayah-wilayah yang bersifat prinsipil dan tidak dapat ditawar, seperti akidah (keyakinan) dan hukum-hukum qath’i (pasti). Namun, di luar wilayah tersebut, terdapat ruang yang luas untuk perbedaan interpretasi dan pendapat. Dalam hal ini, tidak ada seorang pun yang dapat mengklaim bahwa pendapatnya adalah satu-satunya kebenaran mutlak.
Adab atau etika dalam berbeda pendapat juga menjadi perhatian penting dalam Islam. Umat Muslim diajarkan untuk berbicara dengan sopan, menghindari perkataan kasar atau merendahkan, serta fokus pada argumentasi yang rasional dan konstruktif. Tujuan utama dari perbedaan pendapat bukanlah untuk memenangkan perdebatan, melainkan untuk mencari kebenaran yang lebih komprehensif.
Ijtihad, sebagai upaya para ulama untuk merumuskan hukum berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah, seringkali menghasilkan perbedaan pendapat yang beragam. Perbedaan ini tidak dianggap sebagai sesuatu yang negatif, melainkan sebagai rahmat (berkah) bagi umat Islam. Dengan adanya perbedaan ijtihad, umat Islam memiliki fleksibilitas dalam menghadapi berbagai permasalahan yang kompleks.
Namun, penting untuk diingat bahwa toleransi memiliki batasnya. Dalam hal-hal yang berkaitan dengan prinsip dasar agama, seperti keesaan Allah atau kewajiban shalat, tidak ada toleransi terhadap pendapat yang bertentangan. Hal ini bertujuan untuk menjaga kemurnian ajaran Islam dan mencegah terjadinya penyimpangan yang dapat menyesatkan umat.
Sebagai umat Muslim, kita memiliki kewajiban untuk saling menasihati dalam kebaikan. Jika kita melihat saudara kita melakukan kesalahan, kita wajib memberikan nasihat dengan cara yang baik dan bijaksana. Nasihat yang disampaikan dengan penuh kasih sayang dan tanpa menghakimi akan lebih efektif dalam mengubah perilaku seseorang.
Di Indonesia, khususnya di Jawa Barat, tradisi toleransi dan menghargai perbedaan pendapat telah menjadi bagian dari kehidupan bermasyarakat. Masyarakat Muslim di wilayah ini umumnya mampu hidup berdampingan secara harmonis dengan kelompok-kelompok lain yang memiliki keyakinan dan pandangan yang berbeda.
Organisasi-organisasi Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah memiliki peran yang sangat penting dalam mempromosikan nilai-nilai toleransi, persatuan, dan kesatuan di tengah perbedaan. Melalui berbagai kegiatan dan program yang mereka selenggarakan, kedua organisasi ini terus berupaya untuk membangun masyarakat Indonesia yang inklusif, adil, dan sejahtera.
Ditulis oleh: H. Iding Mashudi
Tanggal: 2 November 2025
.





